Puji dan
syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat
dan pertolongan-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun
makalah ini sehingga makalah ini boleh selesai pada waktunya.
Kekerasan terhadap anak
bukanlah hal yang asing bagi kita. Dewasa ini, kita sering kali menemui
berbagai contoh kekerasan terhadap anak dalam kehidupan kita sehari-hari.
Banyak anak- anak yang mengalami kekerasan karena perilaku orang tua
bahkan ada yang sampai harus menghembuskan napas terakhirnya karena tindakan
kekerasan yang mereka alami. Makalah ini akan membahas tentang kekerasan
terhadap anak dan juga akan membahas tentang undang- undang yang mengatur
tentang perlindungan anak. Semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi para
pembaca agar tidak melakukan kekerasan terhadap anak- anak dimasa
yang akan datang karena anak- anak adalah generasi penerus bangsa ini oleh
sebab itu kita harus menjauhkan mereka dari kekerasan
Akhir kata, penulis
mengakui bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab
itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari pembaca
demi kessempurnaan makalah ini.
Medan, 21 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar belakang
Di
Indonesia salah satu masalah besar yang marak diperbincangkan adalah tindak
kriminal terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan
bentuk tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak.
Seharusnya seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan
kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu.hal ini terjadi
karena Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal
yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan
anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab
dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup,
dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali
anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Kekerasan terhadap anak dapat diartikan sebagai perilaku yang
sengaja maupun tidak sengaja yang ditujukan untuk mencederai atau
merusak anak, baik berupa serangan fisik maupun mental.
B. Rumusan
masalah
A. Apa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak?
B. Faktor- faktor apa saja yang mendorong timbulnya
kekerasan terhadap anak?
C. Bagaimana bentuk- bentuk kekerasan
terhadap anak?
D.Bagaimana upaya yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak?
E. Apa saja contoh Undang- undang yang mengatur perlindungan anak?
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
kekerasan terhadap anak
Kekerasan terhadap anak
adalah segalah tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang dapat
merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi
maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan
nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Pengetian kekerasan
terhadap beberapa ahli yaitu:
Ø
Menurut Sutanto,
kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih tua dengan
menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang
seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh yang berakibat penderitaan,
kesengsaraan, cacat/kematian.
Ø
Menurut Patilima,
kekerasan merupakan perlakuan yang salah dari orangtua. Patilima mendefinisikan
perlakuan yang salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang
akibat dari kekerasannya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik
secara fisik, psikologi sosial maupun mental Kekerasan pada anak dalam arti
kekerasan dan penelantaran adalah ‘Semua bentuk perlakuan menyakitkan baik
secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi
komersial/eksploitasi lain yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata maupun
potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak
atau mertabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab kepercayaan
atau kekuasaan.
Ø
Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009) kekerasan terhadap anak adalah
suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk
menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi
untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan
kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan
kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa
dalam perlindungan anak tersebut.
B. Faktor-
faktor yang mendorong timbulnya kekerasan terhadap anak
Beberapa faktor memicu
kekerasan terhadap anak Menurut Komnas Perlindungan Anak pemicu
kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya:
a. Pewarisan
Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violance)
Banyak
anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi
dewasa mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian,
perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi.
Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan
dengan kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras kepada anak-anaknya.
Sementara itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orangtua
yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami
perlakuan salah dan kekerasan Universitas Sumatera Utara mungkin menerima
perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri sebagai orangtua. Tetapi,
sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang
dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya.
b. Stres Sosial (social stress)
Stres yang ditimbulkan
oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam
keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment),
penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing conditions), ukuran
keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran
bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled person) di rumah,
dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus
dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang
hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam
keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak
di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.
c. Isolasi Sosial dan Keterlibatan
Masyarakat Bawah
Orangtua dan pengganti
orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
cenderung terisolasi secara sosial.
Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi
masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau
kerabat.
d. Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga
tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan
pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan
tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu,
keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan
penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil,
bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat
kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga
yang suami-istri sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.
C. Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak
a. Kekerasan secara Fisik (physical
abuse)
kekerasan fisik (Physical abuse) adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak,dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikan pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika.
Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada,
perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara
fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya,
seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air atau
muntah di sembarang tempat, memecahkn barang berharga.
b. Kekerasan Emosional (emotional
abuse)
Emotional
abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui
anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau
lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia
boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat
semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang
tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terusmenerus melakukan
hal sama sepanjang kehidupan anak itu.
c. Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)
Biasanya berupa perilaku
verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun
kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental
abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan.
d. Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual
abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan
pekerja rumah tangga).
Selanjutnya dijelaskan
bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan
hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau
tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
komersil dan atau tujuan tertentu.
Seorang
anak laki-laki yang menjadi korban pelecehan seksual. Dipublikasikan pada
tanggal 1 Februari 1910.
e. Kekerasan Anak Secara Sosial
Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi
anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak
memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya
anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan
perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap
diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan
keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu
demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak
untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan
status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang
membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa
peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa
melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.
D. Upaya
menanggulangi kekerasan terhadap anak
Beberapa upaya yang
dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak yaitu:
a. Pendidikan dan Pengetahuan Orang Tua Yang Cukup
Tindakan kekerasan
terhadap anak, sangat berpengaruh terhadap perkembangannya baik psikis maupun
fisik mereka. Oleh karena itu, perlu kita hentikan tindak kekerasan tersebut.
Dengan pendidikan yang lebih tinggi dan pengetahuan yang cukup diharapkan orang
tua mampu mendidik anaknya kearah perkembangan yang memuaskan tanpa adanya
tindak kekerasan.
b.Keluarga
Yang Hangat Dan Demokratis
Dalam sebuah study
terbukti bahwa IQ anak yang tinggal di rumah yang orangtuanya acuh tak acuh,
bermusuhan dan keras, atau broken home, perkembangan IQ anak mengalami
penurunan dalam masa tiga tahun. Sebaliknya anak yang tinggal di rumah yang
orang tuanya penuh pengertian, bersikap hangat penuh kasih sayang dan
menyisihkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya, menjelaskan
tindakanya, memberi kesempatan anak untuk mengambil keputusan, berdialog dan
diskusi, hasilnya rata-rata IQ ( bahkan Kecerdasan Emosi ) anak mengalami
kenaikan sekitar 8 point. Hasil penelitian R. Study juga membuktikan bahwa 63 %
dari anak nakal pada suatu lembaga pendidikan anak-anak dilenkuen ( nakal ),
berasal dari keluarga yang tidak utuh ( broken home ). Kemudian hasil
penelitian K. Gottschaldt di Leipzig ( Jerman ) menyatakan bahwa 70, 8 persen
dari anak-anak yang sulit di didik ternyata berasal dari keluarga yang tidak
teratur, tidak utuh atau mengalami tekanan hidup yang terlampau berat.
c. Membangun Komunikasi Yang Efektif
Kunci persoalan
kekerasan terhadap anak disebabkan karena tidak adanya komunikasi yang efektif
dalam sebuah keluarga. Sehingga yang muncul adalah stereotyping (stigma) dan
predijuce (prasangka). Dua hal itu kemudian mengalami proses akumulasi yang
kadang dibumbui intervensi pihak ketiga. Untuk menghindari kekerasan terhadap
anak maka diperlukan anggota keluarga yang saling berinteraksi
dengan komunikasi yang efektif
d.Mengintegrasikan isuh hak anak kedalam
peraturan perundang- undangan, kebijakan,program dan kegiatan sampai dengan
penganggaran sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi sehingga menjadi responsive terhadap hak
anak.
E. Undang- undang yang mengatur perlindungan anak
Sebagai Negara hukum,
Indonesia memiliki beberapa peraturan perundang- undangan yang mengatur
perlindungan anak yang terdiri dari:
1. Undang- undang nomor 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak
2. Undang- undang nomor 11
tahun 2012 tentang system peradilan pidana anak
3. Peraturan presiden nomor 18
tahun 2014 tentang perlindungan anak dan pemberdayaan anak dan
perempuan dalam konflik sosial
BAB III PENUTUP
I. Kesimpulan
Kekerasan terhadap anak
adalah segalah tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang dapat
merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi
maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan
nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Beberapa faktor memicu
kekerasan terhadap anak Menurut Komnas Perlindungan Anak pemicu
kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya: struktur keluarga, pewarisan
kekerasan dari generasi ke generasi, stress sosial dan isolasi sosial, serta
keterlibatan masyarakat bawah. Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak yaitu:
kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan verbal, kekerasan seksual, dan
kekerasan secara sosial. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
kekerasan terhadap anak yaitu: pendidikan dan pengetahuan orang tua yang cukup,
keluarga yang hangat dan demokratis, adanya komunikasi yang efektif, dan
mengintegrasikan isu mengenai hak anak kedalam peraturan perundang- undangan.
Peraturan perundang- undangan yang mengatur perlindungan anak yaitu Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan aAnak, Undang- Undang Nomor 11
Tahun 2012 Tentang System Peradilan Pidana Anak, dan Peraturan
Presiden Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Dan
Pemberdayaan Anak dan Perempuan Dalam Konflik Sosial.
II. saran
sebagai warga negara
yang berpengetahuan wajiblah kita menghargai pribadi seorang anak
dengan menghindarkan mereka dari tindakan kekerasan yang dapat merusak masa
depan mereka, sehingga mereka kelak tumbuh dan berkembang dengan bebas dan
bertanggung jawab karena mereka semua adalah generasi penerus bangsa kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Huraerah. 2006. Kekerasan
Terhadap Anak Jakarta : Nuansa,Emmy.
Soekresno. 2007. Mengenali Dan
Mencegah Terjadinya TindakKekerasan Terhadap Anak.
UU PA No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan
Anak
http://anawechildhealth.blogspot.com/
Komisi Perlindungan Anak Indonesia,http://www.kpai.go
.
September 2007.http://www.setneg.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar