Puji
Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang sederhana
ini dengan tepat waktu dengan judul Kebudayaan Suku Minahasa. Adapun tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Masyarakat
Indonesia sehingga nantinya dapat membantu kita memahami tentang segala sesuatu
yang berkaitan dengan kebudayaan suku
minahasa. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak
memberikan masukan dan bantuan kepada penulis sehingga tersusunnya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan atas keterbatasan
pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan,Maret2016
1.1
Latar
belakang
Masyarakat indonesia merupakan suatu
masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek
kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam masyarakat kita terlihat
dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat kita pungkiri bahwa
kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber
kekayaan bagi bangsa Indinesia.
Tidak ada satu masyarakat pun yang
tidak memiliki kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan
tanpa adanya masyarakat sehingga kebudayaan dengan masyarakat sangatlah
berkaitan.
Melihat realita bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan terlihat pula adanya berbagai
suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa iniliah yang kemudian mempunyai ciri
khas kebudayaan yang berbeda-beda.suku Minahasa merupakan salah satu suku
bangsa yang ada di pulau Sulawesi. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia,
suku Minahsa memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan
kharakteristik suku Minahasa ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki
baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1
Menjelaskan kebudayaan
suku minahasa
1.3 Tujuan penulisan
1.3.1 Untuk
mengetahui kebudayaan suku minahasa
2.1
Asal-usul Orang
Minahasa
Daerah Minahasa dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali
dihuni oleh manusia dalam ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. orang
Austronesia awalnya dihuni China selatan sebelum pindah dan menjajah daerah di
Taiwan, Filipina utara, Filipina selatan, dan ke Kalimantan, Sulawesi, dan
Maluku.
Menurut mitologi Minahasa di Minahasa adalah keturunan Toar Lumimuut
dan. Awalnya, keturunan Toar Lumimuut-dibagi menjadi 3 kelompok: Makatelu-pitu
(tiga kali tujuh), Makaru-siuw (dua kali sembilan) dan Pasiowan-Telu (sembilan
kali tiga). Mereka dikalikan dengan cepat. Tapi segera ada perselisihan antara
orang-orang. Tona'as pemimpin mereka bernama kemudian memutuskan untuk bertemu
dan berbicara tentang hal ini. Mereka bertemu di Awuan (utara bukit Tonderukan
saat ini). Pertemuan itu disebut Pinawetengan u-nuwu (membagi bahasa) atau
Pinawetengan um-posan (membagi ritual). Pada pertemuan bahwa keturunan dibagi
menjadi tiga kelompok bernama Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan sesuai dengan
kelompok yang disebutkan di atas. Di tempat di mana pertemuan ini berlangsung
batu peringatan yang disebut Watu Pinabetengan (Batu Membagi) kemudian
dibangun.
Kelompok-kelompok Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan
kemudian mendirikan wilayah utama mereka yang berada Maiesu, Niaranan, dan
Tumaratas masing-masing. Segera beberapa desa didirikan di luar wilayah.
Desa-desa baru kemudian menjadi pusat berkuasa dari sekelompok desa disebut
Puak, kemudian walak, sebanding dengan kabupaten masa kini.
Ini adalah sembilan sub-etnis di Minahasa, yang menjelaskan jumlah 9 di
Manguni Maka-9:
Tonsea,
Tombulu, Tontemboan, Tondano,
Tonsawang, Ratahan pasan (Bentenan), Ponosakan, Babontehu, Bantik.
Delapan
dari kelompok-kelompok etnis juga kelompok-kelompok linguistik terpisah.
Nama
Minahasa itu sendiri muncul pada saat Minahasa berperang melawan Bolaang
Mongondow. Di antara para pahlawan Minahasa dalam perang melawan Bolaang
Mongondow adalah: Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong (dalam perang dekat desa
Lilang), Gerungan,
Korengkeng, Walalangi (dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow, Lumi, dan
Worotikan (dalam perang bersama Amurang Bay). Dalam peperangan sebelumnya,
Tarumetor (Opo Retor) dari Remboken mengalahkan Ramokian dari Bolaang Mongondow
di Mangket.
2.2 Sistem religi
Unsur-unsur kepercayaan pribumi yang dapat disaksikan pada orang
Minahasa yangsekarang secara resmi telah memeluk agamaagama Protestan, Katolik maupun Islammerupakan
peninggalan sistem religi zaman dahulu sebelum berkembangnya agama Kristen.Unsur-unsur ini mencakup : konsep-konsep dunia
gaib, makhluk dan kekuatan adikodrati(yang dianggap “baik” dan “jahat”
serta manipulasinya, dewa tertinggi, jiwa manusia, benda berkekuatan gaib,
tempat keramat, orang berkekuatan gaib, dan dunia akhirat).Unsur-unsur religi pribumi terdapat dalam beberapa
upacara adat yang dilakukan orang
yang berhubungan dengan peristiwaperistiwa lingkaran
hidup individu, seperti kelahiran, perkawinan,
kematian maupun dalam
bentuk-bentuk pemberian kekuatan gaib dalam menghadapai berbagai
jenis bahaya, serta yang berhubungan dengan pekerjaan atau mata pencaharian. Unsur
unsur ini tentu juga tampak dalam wujud sebagai kedukunan(sistem
medis makatana) yang sampai sekarang masih hidup.
Dunia gaib
sekitar manusia dianggap didiami oleh makhluk-makhluk halus sepertiroh-roh
leluhur baik maupun jahat, hantu-hantu dan kekuatangaib lainnya. Usaha
manusiauntuk mengadakan hubungan dengan makhluk-makhluk
tersebut bertujuan supaya hidupmereka tidak diganggu sebaliknya
dapat dibantu dan dilindungi, dengan mengembangkansustu kompleks sistem upacara
pemujaan yang dahulu dikenal sebagai na’amkungan atauma’ambo atau masambo.Dalam mitologi orang Minahasa rupanya sistem kepercayaan dahulu mengenal banyak
dewa, salah satunya adalah dewa tertinggi. Dewa oleh penduduk disebut
empung atauopo, dan untuk sewa yang tertinggi disebut opo wailan wangko. Dewa
yang penting sesudahdewa tertinggi ialah karema.Opo wailan wangko dianggap
sebagai pencipta seluruh alam dan isinya yang dikenal oleh manusia yang memujanya. Karena yang mewujudkan diri sebagai manusia adalahsebagai
penunjuk jalan bagi lumimuut (wanita sebagai manusia pertama) untuk mendapatkanketurunan seorang pria yang bernama to’ar, yang juga dianggap sebagai pembawa adatkhususnya
cara-cara pertanian yaitu sebagai cultural hero (dewa pembawa adat).Roh leluhur juga disebut opo, atau sering disebut
dotu yang pada masa hidupnya adalah seorang yang dianggap sakti dan juga
sebagai pahlawan seperti pemimpin-pemimpin komunitas besar ( kepala walak dan
komunitas desa; tona’as ). Mereka juga dalam hidupnya memiliki keahlian dan prestasi seperti dalam perang, keagamaan dan
kepemimpinan. Ada kepercayaan bahwa opo-opo yang baik akan senantiasa menolong
manusia yang dianggap sebagai cucu mereka sebagai cucu mereka ( puyun) apabila mengikuti petunjuk
petunjuk yang diberikan.Pelanggaran yang terjadi dapat
mangakibatkan yang bersangkutan akan mengalami bencana atau kesulitan hidup akibat murka opo-opo, ataupun kekuatan sakti yang
diberikan akan hilang. Disamping itu, ada juga opo-opo yang memberikan
kekuatan sakti untuk hal-hal yang tidak baik, seperti untuk mencuri, berjudi
dsb.Konsepsi makhluk halus lainnya seperti hantu ialah panunggu, lulu,
puntianak, pok- pok dsb yang dianggap
berada di tempat tertentu dan pada saat dan keadaan tertentu dapat maengganggu
manusia. Untuk menghadapi hal-hal tersebut sangat dirasakan peranan dariopo-opo
yang dapat menghadapi atau mengalahkan mereka atau mengatasi gangguan dari
mereka.Roh (mukur) orangtua sendiri ataupun roh-roh kerabat yang sudah meninggaldianggap
selalu berada di sekitar kelurganya yang masih hidup, yang sewaktu-waktu datang
menun jukkan dirinya dalam bentuk bayangan atau mimpi atau dapat pula melalui
seseorang sebagai media yang dimasuki oleh mukur sehingga bisa bercakap-cakap
dengan kerabatnya.
Mukur yang demikian tidak dianggap
berbahaya malahan bisa menolong kerabatnya. Kepercayaan orang Minahasa bahwa ada bagian tubuh yang mempunyai kekuatan
sakti seperti rambut dan kuku. Binatang-binatang yang memiliki
kekuatan sakti sepertiular hitam dan beberapa jenis burung, terutama burung hantu (manguni). Untuk tumbuh-tumbuhan
yang memiliki kekuatan sakti adalah tawa’ang, goraka (jahe), balacai, jeruk
suangidll. Gejala alam seperti gunung
meletus dan hujan lebat bersama petir secara terus-menerus dianggap
sebagai amarah para dewa. Senjata yang dianggap memiliki kekuatan sakti yang harus
dijaga dengan baik adalah keris, santi (pedang panjang), lawang (tombak), dan
kelung(perisai). Ucapan berupa sumpah dan kutukan juga dikenal sebagai
kata-kata yang dianggap dapat mengakibatkan malapetaka, apalagi kalau yang
mengatakannya orangtua, kata-katanya dianggap memiliki kekuatan sakti.
Benda-benda jimat baik yang
diwariskan orangtua ataupun yang didapat dari walian atau tona’as yang disebut
Paereten Paereten adalah benda-benda yang
kesaktiannya dipercaya
Yang sampai sekarang masih dipakai.Jiwa yang dianggap
sebagai kekuatan yang ada dalam tubuh manusia yang menyebabkan adanya hidup, rupanya memiliki konsepsi yang sama dengan
jiwa sesudah meninggalkan tubuh karena mati atau roh. Konsepsi jiwa dan
roh ini disebut katotouan. Unsur kejiwaan
dalam kehidupan manusia adalah : gegenang (ingatan), pemendam(perasaan),
dan keketer (kekuatan). Gegenang adalah unsure yang utama dalam jiwa. Pada saat
sekarang, sesuai dengan aturan-aturan agama Kristen, maka konsepsi dunia
akhirat (sekalipun untuk mereka yang masih melakukan upacara-upacara
kepercayaan pribumi untuk mendapat kan kekuatan sakti darih makhluk-makhluk
halus)
ialah surga bagi yang selamat, serta neraka bagi yang
berdosa dan tidak percaya. Upacara-upacara
keagamaan pribumi masih banyak dilakukan oleh orang minahasa sebagai
perwujudan untuk mengadakan hubungan dengan dunia gaib atau sebagai kelakuan religi atas dasar suatu emosi keagamaan,
upacara-upacara itu diantaranya adalah yang biasa dilakukan pada
malam hari di rumah tona’as atau di rumah orang lain, bisa juga di
tempat-tempat keramat seperti kuburan opo-opo, batu-batu besar dan di bawah
pohon besar. Padasaat tertentu yang dianggap penting upacara dapat
dilakukan di Watu Pinabetengan, tempat dimana secara mitologis paling keramat
di Minahasa.Upacara dilakukan pada saat
tertentu, misalnya pada malam bulan purnama. Tokohtradisional yang
melakukan dan memimpin upacara keagamaan pribumi dikenal dengan namawalian,
pemimpin upacara dapat dipegang oleh wanita atau pria.
Agama-agama
resmi yang umum diatur oleh orang Minahasa antara lain Protestan(yang terdiri dari berbagai sekte), katolik dan Islam. Terlepas dari tingkat kepercayaan perseorangan, unsure-unsur
religi pribumi tidak dapat dilepaskan dari kehidupan keagamaan. Misalnya komponen pribumi
terpadu bersama komponen kristenyang di luar upacara formal gerejani seperti
yang terlihat dalam upacara-upacara dari masa hamil sampai masa meninggal
maupun pada perilaku keagamaan sehari-hari. Sebagaimana
yang telah dikemukakan pada contoh sebelumnya dapat dilihat adanya
komponen religi pribumi dalam kebudayaan Minahasa yang secara mendalam telah
mengalami perubahan melalui jalur-jalur kolonialisme, pendidikan
formal, dan kristenisasi maupun jalur-jalur kontak atau difusi budaya
lainnya.
2.3 Upacara adat
1.Monondeaga
Upacara adat
dari daerah Bolaang Mongondow yang dilaksanakan pada waktu anak gadis
memasuki masa akil baliq yang ditandai dengan datangnya haid pertama. Daun telinga dilobangi dan
dipasangi anting kemudian gigi diratakan sebagai pelengkap
kecantikan dan tanda anak gadis tersebut telah dewasa.
2.Mupuk Im Bene
Upacara adat dari daerah Minahasa
berupa pengucapan syukur pallen pactio Masyarakat membawa/mempersembahkan segantang/sekarung hasil padi
bersama asil ladang lain nya disuatu tempat (lapangan atau dirumah,gereja)
untuk didoakan. Dan setiap rumah/keluarga menyiapkan beragam makanandan makan
bersama dengan para tamu dengan suka ria
3.Metipu
Merupakan
upacara adat dari daerah Sangihe Talaud berupa penyembahan kepadaSang Pencipta alam semesta yang
disebut BENGGONA LANGI DUATAN SALURAN,dengan membakar daun-daun dan akar-akar
yang mewangi dan menimbulkan asap membumbung kehadirat-Nya.
4.Watu Pinawetengan
Tanggal tujuh bulan tujuh tahun dua ribu tujuh saat istimewa bagi sebagianmasyarakat Minahasa. Pada penanggalan Masehi itu digelarlah upacara adat WatuPinawetengan, sebuah upacara penuh makna bagi persatuan masyarakat
setempat.WatuPinawetengan adalah warisan leluhur Minahasa dan merupakan bukti
bahwa demokrasidan
persatuan sudah ada sejak dahulu.Berdasarkan
cerita rakyat, terdapat sebuah batu besar yang disebut tumotowa yakni batu yang menjadi altar ritual sekaligus menandai berdirinya permukiman suatukomunitas. Johann Albert Traugott Schwarz, seorang
misionaris Belanda keturunan Jerman,
pada tahun 1888 berinisiatif melakukan penggalian di bukit Tonderukan yang sekarang
masuk wilayah kecamatan Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut).Ternyata penggalian berhasil menemukan batu besar
yang membujur dari timur ke barat. Johan Gerard Friederich Riedel yang lahir di
Tondano pada tahun 1832,menyebutkan
bahwa batu tersebut merupakan batu tempat duduk para leluhur melakukan
perundingan atau orang setempat menyebutnya Watu Rerumeran ne Empung.
Batu tersebut merupakan tempat bagi para pemimpin upacara adat memberikankeputusan
(dalam bentuk garis dan gambar yang dipahat pada batu) dalam hal
membagi pokok pembicaraan, siapa yang harus bicara, serta cara beribadat.Latar
belakang itu memberi arah bahwa sudah ada demokrasi pada jaman dulu. Sejumlah persoalan diselesai- kan dengan musyawarah
sehingga mereka yang terlibat persoalanmeninggalkan Watu Pinawetengan
dengan damai.Inti dari upacara yang
diselenggarakan di depan batu besar itu adalah wata' esa eneyakni
pernyataan tekad persatuan. Semua perwakilan kelompok etnis yang ada di Tanah
Toar Lumimut menganarkan bagian peta tanah Minahasatempat tinggalnya dan
meletakkan dibagian tengah panggung perhelatan. Diiringi musik instrumentaliakolintang, penegasan tekad itu disampaikan satu per satu perwakilan menggunakan pelbagai
bahasa di Minahasa. Setelah tekad disampaikan mereka menghentakkan kaki ketanah tiga kali.
Pada penghujung acara para pelaku upacara bergandengan tangan
membentuk lingkaran sembari menyanyikan Reranian: Royorz
endo."Royor endo, ezo e, Maesa-esa lalan ni kita e, Royor endo, ezo e, Sei
si nimalewo,Ya wana ni mengasa- ngasaranmo, Royor endo, ezo e, Mengale-ngalei
umanPakatuan pakalawirenom, Royor endo, ezo e"(Persatukanlah jalan kita. Janganlah ada yang merusakkan ataupun hanya
berpura-pura.Mari memohonkan usia lanjut dan lestari).
5.Upacara Pemakaman
Mula-mula Suku
Minahasa jika mengubur orang meninggal
sebelum ditanam terlebihdulu dibungkus dengan daun woka (sejenis janur). Lambat
laun, terjadi perubahan dalam kebiasaan menggunakan
daun woka .Kebiasaan
di bungkus daun ini berubah dengan mengganti wadah ronggga pohon kayu atau
nibung kemudian orang meninggal dimasukkan ke dalam rongga pohon
lalu ditanam dalam tanah. Baru
sekitar abad IX Suku Minahasa mulai
menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi
menghadap keutara
dan didudukkan dengan tumitkaki menempel pada pantat
dan kepala
mencium lulut. Tujuan
dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek moyang
Suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun1860
mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda
menguburkan orang meninggal dalam waruga.Kemudian di tahun1870, Suku Minahasa mulai membuat peti mati sebagai
pengganti waruga, karena waktu itu mulai
berjangkit berbagai penyakit, di antaranya penyakit tipus dan kolera.Dikhawatirkan, si meninggal menularkan
bibit penyakit tipus dan kolera melalui celah
yang terdapat di antara badan waruga dan cungkup waruga. Bersamaan dengan itu pula, agamaKristen
mengharuskan mayat
dikubur di dalam tanah
mulai menyebar diMinahasa. Waruga yang
memiliki ukiran dan relief umumnya terdapat
diTonsea. Ukiran dan relief tersebut menggambarkan berapa jasad yang tersimpan
dalam waruga yang bersangkutan sekaligus menggambarkan mata pencaharian orang
tersebut.
Pada awalnya waruga tersebar di seluruh
Minahasa. Saat ini waruga yang tersebar tersebut dikumpulkan di desa
Sawangan - Minahasa, yaitu sebuah desa yang terletak diantara Tondano(ibu kota
kabupaten Minahasa) dengan Airmadidi(ibu kota
kabupatenMinahasa Utara). Sampai saat ini waruga merupakan salah
satu tujuan wisata
sejarah diSulawesi
Utara.
(Bagian utara Minahasa).
6.Upacara Pernikahan
Proses Pernikahan adat yang selama
ini dilakukan di tanah Minahasa telah mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman.Misalnya
ketika proses perawatan calon pengantin serta acara “Posanan” (Pingitan) tidak lagi dilakukan
sebulan sebelum perkawinan, tapi sehari sebelum perkawinan pada saat
"Malam Gagaren" atau malammuda-mudi. Acara mandi di pancuran air saat
ini jelas tidak dapat dilaksanakan lagi,karena tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang dapat
dilakukan saat ini adalah mandi adat "Lumelek" (menginjak
batu) dan "Bacoho" karena dilakukan di kamar mandi di rumah
calon pengantin. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan sekarangini, semua
acara / upacara perkawinan dipadatkan dan dilaksanakan dalam satu hari saja.Pagi hari memandikan pengantin, merias wajah,
memakai busana pengantin, memakaimahkota dan topi pengantin untuk upacara
"maso minta" (toki
pintu). Siang hari kedua
pengantin pergi kecatatan sipil atau Departemen Agama dan melaksanakan
pengesahan /pemberkatan nikah(di gereja), yang kemudian dilanjutkan dengan resepsi pernikahan.
Pada acara in biasanya dilakukan upacara pperkawinan adat,diikuti dengan acara
melempar bunga tangan dan acara bebas tari-tarian dengan iringan musik
tradisional, seperti tari Mengket, Katrili,Polineis,diiringi Musik Bambu dan
Musik Kolintang.
Setelah mandi biasa membersihkan seluruh badan dengan sabun
mandi lalu mencuci rambut dengan bahan
pencuci rambut yang banyak dijual di toko, seperti shampoo dan hair tonic. Mencuci rambut "bacoho" dapat delakukan dengan dua cara, yakni cara
tradisional ataupun hanya sekedar simbolisasi.Tradisi : Bahan-bahan
ramuan yang digunakan adalah parutan kulit lemong nipis ataulemong bacoho (citrus limonellus), fungsinya
sebagai pewangi; air lemong popontolen(citrus lemetta), fungsinya
sebagai pembersih lemak kulit kepala; daun pondang (pandan)yagn ditumbuk halus, fungsinya sebagai pewangi,
bunga manduru (melati hutan) atau bunga rosi (mawar) atau bunga melati yang
dihancurkan dengan tangan, dan berfungsi
sebagai pewangi; minyak buah kemiri untuk melemaskan rambut dicampur dengan
sedikit perasan air buah kelapa yang diparut halus. Seluruh bahan ramuan harus berjumlah
sembilan jenis tanaman, untuk membasuh
rambut. Sesudah itu dicuci lagi dengan air bersih lalu rambut
dikeringkan. Simbolisasi : Semua bahan-bahan ramuan tersebut dimasukkan ke
dalam sehelai kain berbentuk kantong,
lalu dicelup ke dalam air hangat, lau kantong tersebut diremas dan Air nya
ditampung dengan tangan, kemudian digosokkan kerambut calon pengantin sekedar
simbolisasi.
Lumele’ (Mandi Adat): Pengantin disiram dengan air yang telah diberi bunga-bungaan
warna putih, berjumlah sembilan jenis bunga yang berbau wangi, dengan memakai
gayung sebbanyak sembilan kali disiram diatas leher kebawah. Secara simbolis
dapat dilakukan dengan sekedar membasuh muka oleh pengantin itu sendiri,
kemudian mengeringkan nya dengan handuk yang bersih dan belum pernah digunakan
sebelumnya.
7.Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan adat Minahasa dapat
dilakukan di salah satu rumah pengantin pria ataupun wanita. Di Langowan
Tontemboan , upacara dilakukan dilakukan dirumah pihan pria, sedangkan di
Tomohon-Tombulu di rumah pihak pengantin wanita. Hal ini mempengaruhi prosesi
perjalan pengantin. Misalnya pengantin pria kerumah pengantin wanita lalu
keGereja dan kemudian ketempat acara resepsi. Karena resepsi/pesta perkawinan dapat ditanggung
baik oleh pihak keluarga priamaupun keluarga wanita, maka pihak yang
menanggung biasanya yang akan memegang komando pelaksanaan pesta perkawinan. Ada perkawinan yang dilaksanakan secara Mapalus dimana kedua pengantin dibantu oleh mapalus warga desa, seperti di desa
Tombulan. Orang Minahasa penganut agama Kristen tertentu yang mempunyai
kecenderungan mengganti acara pesta malam hari dengan acara kebaktian dan makan
malam. Orang Minahasa di kota-kota besar seperti kota Manado, mempunyai
kebiasaan yang sama dengan orang Minahasa di luar Minahasa yang disebut
Kawanua.
Pola hidupmasyarakat di
kota-kota besar ikut membentuk pelaksanaan upacara adat perkawinan Minahasa, menyatukan seluruh proses
upacara adat perkawinan yang dilaksanakan hanya dalam satu hari (Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta,Prosesi Upacara Adat di pelaminan). Contoh proses
upacara adat perkawinanyang dilaksanakan dalam satu hari :Pukul 09.00 pagi,
upacara Tonki Pintu. Pengantin pria kerumah pengantin wanita sambil membawa
antaran (mas kawin), berupa makanan masak, buah-buahan dan beberapa helai kain
sebagai simbolisasi. Wali pihak pria memimpin rombongan pengantin pria,mengetuk
pintu tiga kali.Pertama :Tiga ketuk dan pintu akan dibuka dari dalam oleh wali
pihak wanita. Laludilakukan dialog dalam bahasa daerah Minahasa. Kemudian
pengantin pria mengetok pintu kamar wanita. Setelah pengantin wanita
keluar dari kamarnya, diadakan jamuan makanan kecil
dan bersiap untuk pergi
ke Gereja. Pukul 11.00-14.00 : Melaksanakan
perkawinan di Gereja yang sekaligus di nikahkan oleh negara, (apabila petugas
catatan sipil dapat datang kekantor Gereja). Untuk itu, para saksi kedua pihak
lengkap dengan tanda pengenal penduduk (KTP), ikut hadir di Gereja. Pukul 19.00
: Acara resepsi kini jarang dilakukan di rumah kedua pengantin , namun
menggunakan gedung /hotel. Apabila pihak keluarga pengantin ingin melaksanakan
prosesi upaccara adat perkawinan, ada sanggar-sanggar kesenian Minahasa yang
daat melaksanakan nya. Dan prosesi upacara adat dapat dilaksanakan dalam berbagai sub-etnis
Minahasa,hal ini tergantung dari keinginan atau usul keluarga pengantin.
Misalnya dalam versi Tonsea,Tombulu,Tontemboan atau pun Sub-enis Minahasa
lainnya. Prosesi upacara adat berlangsung tidak lebih dari sekitar 15
menit, dilanjutkan dengankata sambutan,
melempar bunga tangan, potong kue pengantin , acara salaman, makan dan sebagai
acara terakhir (penutup) ialah dansa yang dimulai dengan Polineis.
2.4 Mata pencaharian
Di Minahasa, jaringan jalan raya
yang tergolong baik, serta adanya pelabuhan Bitungdan bandar udara Sam
Ratulangi, adanya industri-industri kecil, toko-toko besar, dan
kegiatanekonomi modern lainnya sangat mempengaruhi sektor ekonomi pedesaan yang
berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang masih bersifat
tradisional.Ekonomi pedesaan merupakan ciri-ciri perilaku petani
Minahasa.Minahasa , jaringan jalan yang tergolong
baik, serta adanya pelabuhan Bitung dan bandar udara SamRatulangi,
adanya industri-industri kecil, toko besar maupun kecil di kotsa, dan kegiatan
ekonomi modern lainnya memang sangat erat berhubungan dan sangat mempengaruhi
ekonomi pedesaan yang berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang masih
tergolong tradisional.ekonomi pedesaan di Minahasa mempunyai bentuk
tersendiri yang menunjukkuan adanya perbedaan-perbedaan dari
masyarakat-masyarakat pedesaan lainnya. Berbagai sarana,prasarana, dan pranata
ekonomi di Minahsa sekarang telah mengalami perkembangan , jauh berbeda dari
masa-masa dahulu.Berbagai pabrik, petokoan, yang menjual barang-barang mewah
maupun kebutuhan sehari-hari, kegiatan-kegiatan perdagangan ekspor dan impor
antar pulau maupun lokal danmasih banyak lagi, semuanya tergolong pada kegiatan
ekonomi modern, yang menunjukkan gejala perkembangan.Khususnya mengenai sektor
industri dapat dikemukakan bahwa bagian terbesar pada industri kecil (sekitar 98%) dan
sisanya tergolong pada industri menengah.Sebagai penunjang sektor perdagangan,
maka produksi sektor industri menunjukkan pertambahan.Dalam sektor
pertanian sudah sejak masa sebelum Perang Dunia II berkembang perkebunan rakyat tanamamn
industri,terutama kelapa,cengkeh,kopi,dan pala. Sekarang perkebunan-perkebunan
ini terus mengalami peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi dengan
menggunakan metode dan teknologi pertanian modern. Akhir-akhir ini komoditi
petanian lain yaitu coklat, vanili, jahe putih dan jambu mete mulai digiatkan
secara intensif juga dengan metode dan teknologi pertanian modern.Persawahan
menunjukkan pula adanya gejala-gejala perkembangan dalam upaya peningkatan
produksi padi. Perbaikan dan pembangunan irigasi, penggunaan pupuk dan bibit
unggul adalah contoh dari beberapa perkembangan yang dimaksud. Pertebatan ikan
mas dengan mempraktekkan metode baru (menggunakan air yang mengalir deras ke
dalam tebat-tebat yang terbuat dari semen) dijalankan di banyak desa terutama
oleh petani-petani kaya. Perladangan menetap tradisional (kebun kering) yang
umum di Minahasa adalah perladangan jagung, umumnya untuk konsumsi petani
sendiri. Biasanya petani menanam puladalam kebun jagung berbagai jenis sayur,
tanaman bumbu masakan sehari-hari, dan buah-buahan (teruama advokat,pepaya, dan
jenis-jenis jambu air) untuk dikonsumsi sendiri. Akhir-akhir ini pemerintah daerah telah
mengusahakan peningkatan produksi jagung melalui Proyek Mandiri dikalangan
petani, dijalankan dengan penyuluhan dinas pertanian, untuk dipasarkan melalui
Koperasi Unit Desa(KUD). Selain jagung, kebun sering ditanami pula dengan
kacang merah, kacang tanah,kedelai, kacang hijau, dan berbagai jenis ubi.Selain
pengembangan perikanan laut yang dilaksanakan oleh Perikani yang berpusat
diAertembaga, terutama penangkapan dan pengolahan cakalang, nelayan-nelayan
tradisiona lmulai meningkatkan produksi berbagai jenis ikan dan binatang laut
dengan menggunakan alat-alat yang lebih baik maupun dengan apa yang
disebut”motorisasi”perahu penangkapan ikan. Namun demikian, penangkapan jenis
binatang laut masih umum dijalankan dengan teknologi tradisional.teknologi
tradisional dipergunakan pula dalam penangkapan jenis-jenis biotik sumber
protein didanau-danau dan sungai-sungai. Di desa-desa sekeliling danau
Tondanoada segolongan penduduk yang khusus menjalankan kegiatan kegiatan
menangkap berbagai jenis ikan dan binatang danau. Golongan nelayan
ini mengisi sebagian dari kebutuhan protein hewani yang dapat diperoleh
dipasar-pasar di kota-kota.Hutan merupakan sumber energi maupun materi untuk
berbagi kebutuhan penduduk.Berbagai jenis bahan makanan (binatang dan tumbuhan)
kebutuhan sehari-hari maupun pesta bersumber dari hutan. Jenis-jenis binatang
yang umum dimakan adalah babi hutan, tikus hutan (ekor putih), dan kalong.
Lain-lainnya yang jarang dimakan karena sudah tergolong langka atau tidak umum
dimakan oleh orang Minahasa adalah seperti rusa, anoa, babi rusa,monyet, ular
piton, biawak, ayam hutan, telur burung maleo, dan jenis-jenis unggas
liarlainnya. Berbagai jenis tumbuhan liar baik yang terdapat di hutan maupun
lingkungan fisik lainnya merupakan bahan makanan yang memenuhi kebutuhan
sayur-sayuran, terutama pangi, rebung dan pakis.Demikian pula, hutan
menghasilkan berbagai jenis buah-buahan, seperti jenis-jenismangga, pakoba dan
kemiri. Selain itu, enau merupakan sumber nira sebagai minuman yang terkenal di
Minahasa (sanguer) maupun bahan gula merah (Tumbuha ini tumbuh di hutan maupun
dikebun) Untuk berbagai kebutuhan kayu sebagai bahan untuk membuat
berbagai alat dan bangunan gedung dan rumah, hutan merupakan sumbernya,
Kecuali itu, hutan dan
lingkungan-lingkungan fisik lainnya merupakan tempat bertumbuhnya
tumbuh-tumbuhan yang memberi bahan-bahan untuk berbagai kebutuhan umum seperti
rotan, kayu bakar, daun rumbia (bahan atap rumah). Sayang sekali luas hutan di
Minahasa makin berkurang, terutama karena ekstensifikasi perkebunan cengkeh
yang dilakukan oleh penduduk desa maupun penduduk kota.Di daerah Minahasa
menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan sumber yangterbesar, melebihi 126
milyar rupiah (42,36%). Daripadanya subsektor perkebunan adalahyang paling
besar dan sesudahnya adalah subsektor pertanian pangan dan
subsektor-subsektor perikanan, peternakan, dan kehutanan. Ada
empat jenis komoditi (kelapa, cengkeh, pala dankopi) dan
satu golongan komoditi lainnya (vanili, jahe putih, dan biji jambu mete)
yangsangat penting bagi perekonomian daerah ini. Bahkan tiga jenis komoditi
yaitu kelapa, paladan kopi mengisi paket ekspor Sulawesi Utara.
2.5 Sistem kekerabatan
Orang Minahasa memegang prinsip keturunan secara bilateral, atau
memperhitungkan hubungan kekerabatan baik dari pihak laki-laki maupun
perempuan, dengan jangkauan kekerabatannya umumnya hanya sampai generasi
ketiga. Dalam memilih jodoh, penelusuran asal-usul biasa dilakukan, untuk
memastikan muda-mudi yang hendak terlibat pernikahan berada di luar jangkauan
kekerabatan tiga generasi tersebut.
Setelah
menikah, pasangan suami-istri bebas menentukan tempat tinggalnya, baik itu di
lingkungan sang Istri atau suami. Di Minahasa, keluarga inti (saanakan) dapat terdiri dari:
suami-istri ditambah anak-anak kandung (yang belum menikah); dapat pula terdiri
dari suami-istri ditambah anak kandung, anak tiri, atau anak angkat;
janda/duda, dengan anak-anak, baik anak kandung, anak tiri, maupun anak angkat;
suami-istri yang tidak mempunyai anak; atau dapat pula janda/duda yang hidup
sendiri.
Dalam satu
rumah, ada kalanya terdiri lebih dari satu keluarga inti, karena terkadang ada
saja anak-menantu yang baru menikah, masih mentap satu atap dan satu dapur
bersama orang tua mereka, atau terkadang ada juga saudara lainnya yang masih
menumpang, seperti keluarga adik, keluarga kakak, dan lain sebagainya. Pada
tipe keluarga luas seperti ini, budaya gotong royong biasanya lebih kuat,
seperti bekerja di ladang yang sama.
Dalam sistim
kekerabatan orang Minahasa, dikenal konsep klen kecil yang disebut taranak. Setiap taranak dipimpin oleh seorang tua
unta ranak, yakni laki-laki yang dianggap tertua
dalam keluarga. Beberapa hal yang menonjol dari konsep taranak di
Minahasa adalah pada bidang warisan, kematian, perkawinan, dan pemilihan kepala
desa yang disebutHukumtua.
Dalam
pembagian warisan, tanah warisan disebut sebagai kelakeran (milik
banyak orang). Tanah klakeran bisa dibagikan kepada ahli waris
untuk dikelola sendiri-sendiri, atau jika luas tanah tidak mencukupi untuk
dibagikan, maka akan dikelola secara bergantian dengan siklus satu tahunan atau
biasa disebut tanah kalakeran pataunen (milik bersama yang dipakai
bergiliran per tahun).
Menyangkut
urusan kematian, selain tolong-menolong dalam bentuk tenaga dan materi untuk
anggota kerabat yang meninggal, taranak juga mengenal konsep kuburan famili
(kerabat) dalam lingkup klen kecil, yang biasanya dinamai dengan nama keluarga
nenek moyang mereka, sebagai contohnya adalah kuburan famili Lapisan, kuburan
famili Woraang, dan kuburan famili Warouw. Konsep gotong royong yang serupa
juga tercermin dalam penyelenggaraan pernikahan.
Sementara
dalam hal pemilihan kepala desa atau Hukumtua, biasanya terjadi persaingan
antar taranak, di mana taranak yang jumlah anggotanya lebih banyak
akan lebih mudah untuk meraih kemenangan ketika ada salah satu anggota mereka
yang mencalonkan diri.
2.6 Bahasa
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota Tomohon selain
menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan juga menggunakan bahasa
daerah Minahasa. Seperti diketahui di Minahasa terdiri dari delapan macam jenis
bahasa daerah yang dipergunakan oleh delapan etnis yang ada,
seperti Tountemboan, Toulour, Tombulu, dll. Bahasa daerah yang paling
sering digunakan di Kota Tomohon adalah bahasa Tombulu, karena memang wilayah
Tomohon termasuk dalam etnis Tombulu. Selain bahasa percakapan di atas, ada
juga masyarakat di Minahasa dan Kota Tomohon khususnya para orang tua yang
menguasai Bahasa Belanda karena pengaruh jajahan dari Belanda serta
sekolah-sekolah zaman dahulu yang menggunakan Bahasa Belanda. Bahasa daerah
Minahasa terdiri dari: 1) Tountemboan, 2) Tombulu Tonsea, 3)Toulour (Tondano),
4)Tonsawang, 5) Ratahan, 6)Pasan, 7)Ponosakan, 8)Bantik.
2.7 Pemerintahan
Sejak awal
bangsa Minahasa tidak pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorang raja
sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang
gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan
sebutan Hukum Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang
melindungi.Ukung artinya kungkung = lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia,
berpikir, serta didalam mengambil Kehidupan demokrasi dan kerakyatan terjamin
Ukung Tua tidak boleh memerintah rakyat dengan sewenang-wenang
karena rakyat itu adalah anak-anak dan cucu-cucunya, keluarganya sendiri.
Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu dan setelah itu dilakukan harus
dengan mapalus. Didalam bekerja terdapat pengatur atau pengawas yang di
Tonsea disebut Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut Sumesuweng. Di
Minahasa tidak dikenal sistim perbudakan, sebagaimana lazimnya di daerah lain pada
zaman itu, seperti di kerajaan Bolaang, Sangir, Tobelo, Tidore dll. Hal ini
membuat beberapa dari golongan Walian Makaruwa Siyow (eksekutif ingin
diperlakukan sebagairaja. seperti raja Bolaang, raja Ternate, raja Sanger) yang
mereka dengar dan temui disaat barter bahan bahan keperluan rumah tangga.
Setelah cara tersebut dicoba diterapkan dimasyarakat Minahasa oleh beberapa
walian/hukum tua timbul perlawanan yang memicu terjadinya pemberontakan
serentak di seluruh Minahasa oleh golongan rakyat/Pasiyowan Telu, Alasannya
karena, bukanlah adat pemerintahan yang diturunkan OpoToar Lumimuut, dimana
kekuasaan dijalankan dengan sewenang-wenang.Akibat pemberontakkan itu, tatanan
kehidupan di Minahasa menjadi tidak menentu, peraturan tidak diindahkan
Adat istiadat rusak, Perebutan tanah pertanian antar keluarga. Hal ini membuat
golongan makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu mengambil tindakan
pencegahan dengan mengupayakan musyawarah raya yang dimotori olehTonaas-tonaas
senior dari seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan.Luas Minahasa pada jaman ini
adalah dari pantai Likupang, Bitung sampai ke muarasungai Ranoyapo ke gunung
Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai Ranoyapo dan
Poigar, Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah kerajaan
Bolaang Mongondow, sampai kira-kira abad ke-14. Dalam musyawarah yang dihadiri
oleh seluruh keturunan Toar Lumimuut, memilih Tonaas Kopero dari Tompakewa
sebagai ketua yang dibantu anggota Tonaas Muntuuntu dari Tombulu dan Tonaas
Mandey dari Tonsea mereka bertugas untuk konsolidasi ketiga golongan Minahasa
tsb.
2.8 Sistem Teknologi
Seiring dengan perkembangan jaman,
teknologi dalam setiap suku bangsa pun semakin berkembang. Di Minahasa, sama
seperti di daerah-daerah lainnya di Indonesia, sistem teknologi dan penggunaan
alat-alat tradisional sudah semakin menghilang diganti dengan alat-alat modern
buatan pabrik. Namun, dalam bagian ini penulis berusaha memasukkan daftar
alat-alat tradisional yang dahulu dipakai oleh masyarakat suku Minahasa atau
mungkin juga masih dikenal atau digunakan oleh masyarakat Minahasa dewasa ini
di tempat-tempat tertentu. Alat-alat tersebut mulai dari alat-alat rumah tangga
sampai alat-alat yang digunakan untuk bekerja dan berperang.
a. Alat-alat rumah tangga: masih sering
dijumpai di desa-desa, antara lain nihu (penampi beras/padi),
loto (bakul), poroco (jenis bakul), rueng (belanga),
rumping (belanga goreng), ramporan (dodika/tempat memasak), tempayang (tempayan), mauseu/nuuseu/naaweyen/sincom (tempat nira dari bambu), selangka (peti tempat penyimpanan barang berharga), tape (tikar), patekelan/panteran/koi (tempat tidur), piso (pisau), dan lisung (lesung).
b. Alat-alat pertanian: beberapa alat
yang selalu dipakai penduduk dalam pertanian seperti, pajeko (bajak),
sisir, pacol (pacul),sekop (tembilang), peda (parang), sambel (sabel),
dan pati/tamako (kapak).
c. Alat-alat perburuan: alat-alat yang
dahulu sering digunakan dalam perburuan, antara lain tumbak (tombak),
sumpit (senjata untuk burung saja), wetes/dodeso (jerat), sassambet
(semacam jerat), dan sinapang (senapan)..
d. Alat-alat perikanan: alat-alat yang
digunakan oleh masyarakat Minahasa yang berprofesi sebagai nelayan, yakni
perahu sampan, perahu giob (lebih besar dari sampan), pelang (lebih
besar dari giob), soma (pukat besar), pukat,
hohati (kail), nonae(umpan), sosoroka (semacam
tombak yang khusus dipergunakan di danau), rompong (rumah di
atas air yang telah dipasang dengan jala), sesambe (berbentuk
seperti layar kecil untuk menangkap ikan-ikan kecil), dan sero
babu yang telah dianyam untuk membungkus ikan.
e. Alat-alat peternakan: alat-alat yang
digunakan dalam beternak. Alat-alat ini tidak terlalu banyak terdapat di
Minahasa dikarenakan peternakan merupakan pekerjaan sambilan saja. Alat-alat
tersebut antara lain: lontang tempat makanan babi,roreongan atau
sangkar ayam.
f. Alat-alat kerajinan: alat-alat yang
digunakan dalam kerajinan masyarakat. Alat-alat ini merupakan campuran dari
alat-alat asli buatan orang Minahasa dan alat-alat yang datang dari luar (yang
berbahan logam). Beberapa alat buatan penduduk antara lain,kekendong (alat
pemintal tali yang terbuat dari bambu atau kayu), jarong katu (penjahit
atap yang juga dibuat dari bambu atau kayu), gelondong atau jarong benang
bambu, martelu (martil yang dibuat dari kayu), sarong
peda (sarung parang yang terbuat dari kayu, bambu, dan pelepah
pinang).
g. Alat-alat transportasi: alat-alat
perhubungan yang digunakan oleh masyarakat Minahasa, antara lain roda
sapi, bendi, sampanatau perahu (ada beberapa jenis),
dan rakit.
h. Alat-alat peperangan, yakni
alat-alat yang dipakai oleh masyarakat Minahasa dahulu dalam berperang, antara
lain kelung(tameng), santi (pedang), kiris (keris), tumbak,
pemukul, tamor (tambur), tettengkoren (tubuh dari
bambu), pontuang (alat tiup dari kulit kerang), kolintang (dibuat
dari perunggu yang sama dengan alat musik Gamelan Jawa), dan gong.
i. Alat-alat untuk menyimpan, antara
lain godong (gudang di bagian bawah rumah untuk menyimpan hasil-hasil
produksi), cupa(volumenya hampir tiga liter, terbuat dari
bambu), gantang (volumenya 27 liter, terbuat dari kayu), walosong (tempat
menyimpan makanan, terbuat dari bambu), dan para-para (sejenis
meja dari bambu tempat menaruh alat-alat dapur).
2.9 Kesenian
A. Tarian
1. Tari Mahambak
Tari Mahambak adalah salah satu
seni tradisional Bantik — sebuah anak suku yang memiliki banyak kekhasan .Seni tari yang menjadi sarana
pengungkapan peasaan komunal orang Bantik. Dengan terpencarnya mereka kedalam
sejumlah pusat pemukiman-pemukiman antaranya di Malayang (arah tenggara dari manado), Molas (diutara manado), Ongkaw dan Boyong (di minahasa
selatan), dan lain-lainmereka amat saling merindu. Perjumpaan, persatuan dan
kerukunan menjadi nilai-nilai yang sangat dirayakan serta dijunjung
setinggi-tingginya oleh orang Bantik dari generasi ke generasi.
Nilai-nilai persatuan dan kerukunan itu tercermin sangat jelasnya dalam bait-bait syair yang dinyanyikan dalam Tari Mahambak. Syair-syair yang digubah para leluhur,
yang karena di zaman dulu itu masih sangat terbatas sarana perhubungan dan apalagi telekomunikasi, sehingga mereka menghayati keterpencaran komunitas
mereka sebagai masalah sangat besar, mencemaskan, membahayakan, dan amat menyedihkan. Arti harfiah mahambak ialah begembira dan bersukacita. Bergembira menyambut perjumpaan dan persatuan. Tari mahambak kemudian menjadi bagian dari setiap upacara atau perayaan yang membahagiakan, seperti “naik rumah baru”, panen hasil bumi yang melimpah, dan lain-lain.
Nilai-nilai persatuan dan kerukunan itu tercermin sangat jelasnya dalam bait-bait syair yang dinyanyikan dalam Tari Mahambak. Syair-syair yang digubah para leluhur,
yang karena di zaman dulu itu masih sangat terbatas sarana perhubungan dan apalagi telekomunikasi, sehingga mereka menghayati keterpencaran komunitas
mereka sebagai masalah sangat besar, mencemaskan, membahayakan, dan amat menyedihkan. Arti harfiah mahambak ialah begembira dan bersukacita. Bergembira menyambut perjumpaan dan persatuan. Tari mahambak kemudian menjadi bagian dari setiap upacara atau perayaan yang membahagiakan, seperti “naik rumah baru”, panen hasil bumi yang melimpah, dan lain-lain.
2. Tari Maengket
Maengket adalah paduan dari
sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra yang terukir dalam
lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah pengamat kesenian bahkan
melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
Maengket sudah ada di tanah
Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian terutama menanam padi di ladang. Kalau dulu nenek moyang
Minahasa, maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan
yang hanya sederhana, maka sekarang tarian maengket telah berkembang
teristimewa bentuk dan tariannya tanpa meninggalkan keasliannya terutama
syair/sastra lagunya.
Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu:
–Maowey Kamberu
– Marambak
– Marambak
– Lalayaan.
Maowey
Kamberu Adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara
pengucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama
tanaman padi yang berlipat ganda/banyak. Marambak adalah tarian dengan semangat
kegotong-royongan (mapalus), rakyat Minahasa bantu membantu membuat rumah yang
baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan pesta naik rumah baru atau dalam
bahasa daerah disebut “rumambak” atau menguji kekuatan rumah baru dan semua
masyarakat kampung diundang dalam pengucapan syukur. Lalayaan adalah tari yang
dilakukan saat bulan purnama Mahatambulelenen, para muda-mudi melangsungkan
acara Makaria’an — mencari teman hidup.
3. Tari Kabasaran
Kabasaran adalah tari perang.
Mengangkat atau memuliakan perang ke dalam karya estetika, itu memberi gambaran
tentang masyarakat itu sendiri. Itu ungkapan dari watak dan nilai-nilai budaya
masyarakat.
Ya, berperang memang diluhurkan sebagai krida
sangat mulia bagi masyarakat yang gagah berani serta kokoh membela kebenaran
dan keadilan. Dr. A.B.Meyer, seeorang peneliti sosio-budaya masyarakat
Minahasa, dalam sebuah laporannya sampai menarik kesimpulan: Perang adalah
bagian dalam format kebudayaan Minahasa lama!
Seni Tari Kabasaran pun mengabadikan ritual
yang di masa lampau memang dilaksanakan
leluhur tou Minahasa setiap kali mereka hendak berperang. Tari Kabasaran sedemikian akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minahasa lama. Tarian keprajuritan ini menyemarakkan hampir semua upacara dalam daur hidup manusia. Mulai dari kelahiran, mengusir roh-roh jahat, perkawinan, hingga pemakaman orang mati. Demikian pula untuk penjemputan dan pengawalan secara adat bagi petinggi pemerintahan ataupun tokoh masyarakat. Juga dalam mengantar para pekerja Mapalus menuju tempat kerja.
leluhur tou Minahasa setiap kali mereka hendak berperang. Tari Kabasaran sedemikian akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minahasa lama. Tarian keprajuritan ini menyemarakkan hampir semua upacara dalam daur hidup manusia. Mulai dari kelahiran, mengusir roh-roh jahat, perkawinan, hingga pemakaman orang mati. Demikian pula untuk penjemputan dan pengawalan secara adat bagi petinggi pemerintahan ataupun tokoh masyarakat. Juga dalam mengantar para pekerja Mapalus menuju tempat kerja.
4.Tari Maselai
Mesalai adalah salah satu jenis
tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sulawesi Utara. Kesenian yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat Kepulauan Sangihe Talaud ini dahulu merupakan
bagian dari suatu upacara ritual sebagai perwujudan rasa syukur kepada Genggona
Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa Alam Semesta) atas
segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Namun, seiring dengan perkembangan
zaman dan masuknya agama-agama baru, tari mesalai saat ini juga digunakan
sebagai pelengkap upacara adat dan syukuran, seperti: khitanan, perkawinan, mendirikan
rumah baru, peresmian perahu baru dan lain sebagainya.
Alat Musik
1.Alat
Musik Tradisional KolintangAlat musik Kolintang adalah alat musik tradisional yang terkenal di daerah
Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Bahan untuk membuat alat musik tradisional
kolintang ini adalah kayu. Ada Kolintang yang dibuat dari bahan kayu bernama kayu bandaran, kayu wenang,
dan lain sebagainya. Umumnya kayu yang dibuat untuk membuat Kolintang ini
adalah kayu-kayu ringan, namun memiliki serat kayu yang padat. Alat musik
kolintang dimainkan dengan cara dipukul. Bahkan Kolintang ini terkenal dapat
mengeluarkan bunyi yang khas karena bisa digunakan untuk mengeluarkan bunyi
nada rendah maupun nada tinggi. Salah satu fungsi Kolintang adalah mengiringi
tari tradisional dari Sulawesi Utara yaitu Tari Lenso dan Tari Tatengesan.
2.
Alat Musik Tradisional Salude
Alat
musik yang identik dengan Sulawesi Utara adalah Kolintang. Namun sebenarnya
masih ada alat musik tradisional yang menjadi ciri khas masyarakat Minahasa.
Namanya adalah Salude.
Salude
adalah sejenis alat musik tradisional yang dibuat dari seruas bambu. Pada
bagian tengah badan bambu terdapat lubang yang memiliki fungsi sebagai
resonator dan diatasnya dipasang 2 senar yang juga dibuat dari serat ari
bambu.
Cara
membunyikan alat musik salude adalah dengan cara dipetik atau dipukul dengan
pelepah pinang. Alat musik Salude ini merupakan alat musik sejenis sitar
tabung yang termasuk dalam kelompok ido-kardofon.
3.
Alat Musik Tradisional Tetengkoren
Tetengkoren adalah merupakan salah satu alat musik pukul
(Diophone) yang terbuat dari bambu berbentuk tabung bambu. Alat musik ini
dipergunakan untuk mengiringi tari tradisional seperti tari tatengesan atau tari tetengkoren namun secara umum dipergunakan pula
sebagai alat komunikasi didaerah kebun di Sulawesi Utara.
4. Alat Musik Tradisional Momongan
4. Alat Musik Tradisional Momongan
Momongan
adalah merupakan alat musik tradisional dari Sulawesi Utara yang lebih kita
kenal dengan nama Gong. Alat musik momongan ini terbuat dari perunggu yang
dibunyikan dengan cara dipukul. Alat musik momongan dipergunakan untuk
mengiringi berbagai tari tradisional dari Sulawesi Utara. Selain alat musik
diatas, masih ada beberapa alat musik tradisional yang dipergunakan masyarakat
Sulawesi Utara seperti Tambur dan Suling.
3.1 Kesimpulan
Minahasa
merupakan salah satu suku yang mengutamakan persatuan, ini tercermin dari
pengertian awal nama “Minahasa” bukanlah nama etnis melainkan “Persatuan” dari
sejumlah suku/sub-etnis tersebut. Dan juga budaya Mapalus (tolong- menolong)
yang ada pada suku Minahasa.
Sistem
kekerabatan di Minahasa mengikuti garis keturunan dari orang tua laki-laki
(patrilinial).
Fungsi
pemimpin di Minahasa tidak pernah terjadi karena warisan, dikarenakan sejak
awal bangsa Minahasa tidak pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorag
raja sebagai kepala pemerintahan. Di Minahasa, setiap orang dapat di panggil
(dipilih) untuk menjalankan pemerintahan.
3.2 Saran
a. Disarankan
agar denga makalah ini mahasiswa dapat lebih mengenal kebudayaan Minahasa dan
menjaga kelestarian adat dan budaya khas yang diwrisi nenek moyang.
b. Mengenai
budaya Mapalus (tolong-menolong) yang ada pada budaya masyarakat Minahasa tetap
dipertahankan dan dilestarikan supaya tidak punah dimakan oleh zaman karena
sangat bermanfaat untuk kehidupan dalam bermasyarakat.
http://www.scribd.com/doc/34171303/Kebudayaan-Minahasa-Budaya-Nusantara http://ahmadroihan8-jendelailmu.blogspot.com/2012/06/makalah-suku-minahasa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar