Label

Rabu, 01 Februari 2017

Makalah Suku Minahasa

Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini dengan tepat waktu dengan judul Kebudayaan Suku Minahasa. Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Masyarakat Indonesia sehingga nantinya dapat membantu kita memahami tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan  kebudayaan suku minahasa. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan kepada penulis sehingga tersusunnya makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan atas keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

















                                                                                                           
                                                                       
                                                                                                            Medan,Maret2016




BAB III PENUTUP. 20



1.1    Latar belakang

Masyarakat indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indinesia.
Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat sehingga kebudayaan dengan masyarakat sangatlah berkaitan.
Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan terlihat pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa iniliah yang kemudian mempunyai ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda.suku Minahasa merupakan salah satu suku bangsa yang ada di pulau Sulawesi. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku Minahsa memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan kharakteristik suku Minahasa ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.

1.2    Rumusan masalah

1.2.1      Menjelaskan kebudayaan suku minahasa

1.3    Tujuan penulisan

1.3.1      Untuk mengetahui kebudayaan suku minahasa





 

2.1     Asal-usul Orang Minahasa

Daerah Minahasa dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali dihuni oleh manusia dalam ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. orang Austronesia awalnya dihuni China selatan sebelum pindah dan menjajah daerah di Taiwan, Filipina utara, Filipina selatan, dan ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Menurut mitologi Minahasa di Minahasa adalah keturunan Toar Lumimuut dan. Awalnya, keturunan Toar Lumimuut-dibagi menjadi 3 kelompok: Makatelu-pitu (tiga kali tujuh), Makaru-siuw (dua kali sembilan) dan Pasiowan-Telu (sembilan kali tiga). Mereka dikalikan dengan cepat. Tapi segera ada perselisihan antara orang-orang. Tona'as pemimpin mereka bernama kemudian memutuskan untuk bertemu dan berbicara tentang hal ini. Mereka bertemu di Awuan (utara bukit Tonderukan saat ini). Pertemuan itu disebut Pinawetengan u-nuwu (membagi bahasa) atau Pinawetengan um-posan (membagi ritual). Pada pertemuan bahwa keturunan dibagi menjadi tiga kelompok bernama Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan sesuai dengan kelompok yang disebutkan di atas. Di tempat di mana pertemuan ini berlangsung batu peringatan yang disebut Watu Pinabetengan (Batu Membagi) kemudian dibangun.
Kelompok-kelompok Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan kemudian mendirikan wilayah utama mereka yang berada Maiesu, Niaranan, dan Tumaratas masing-masing. Segera beberapa desa didirikan di luar wilayah. Desa-desa baru kemudian menjadi pusat berkuasa dari sekelompok desa disebut Puak, kemudian walak, sebanding dengan kabupaten masa kini.
Ini adalah sembilan sub-etnis di Minahasa, yang menjelaskan jumlah 9 di Manguni Maka-9:
Tonsea, Tombulu, Tontemboan, Tondano, Tonsawang, Ratahan pasan (Bentenan), Ponosakan, Babontehu, Bantik.
Delapan dari kelompok-kelompok etnis juga kelompok-kelompok linguistik terpisah.
Nama Minahasa itu sendiri muncul pada saat Minahasa berperang melawan Bolaang Mongondow. Di antara para pahlawan Minahasa dalam perang melawan Bolaang Mongondow adalah: Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong (dalam perang dekat desa Lilang), Gerungan, Korengkeng, Walalangi (dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow, Lumi, dan Worotikan (dalam perang bersama Amurang Bay). Dalam peperangan sebelumnya, Tarumetor (Opo Retor) dari Remboken mengalahkan Ramokian dari Bolaang Mongondow di Mangket.

2.2    Sistem religi

Unsur-unsur kepercayaan pribumi yang dapat disaksikan pada orang Minahasa yangsekarang secara resmi telah memeluk agamaagama Protestan, Katolik maupun Islammerupakan peninggalan sistem religi zaman dahulu sebelum berkembangnya agama Kristen.Unsur-unsur ini mencakup : konsep-konsep dunia gaib, makhluk dan kekuatan adikodrati(yang dianggap “baik” dan “jahat” serta manipulasinya, dewa tertinggi, jiwa manusia, benda berkekuatan gaib, tempat keramat, orang berkekuatan gaib, dan dunia akhirat).Unsur-unsur religi pribumi terdapat dalam beberapa upacara adat yang dilakukan orang  yang berhubungan  dengan  peristiwaperistiwa  lingkaran hidup individu, seperti kelahiran, perkawinan, kematian maupun dalam bentuk-bentuk pemberian kekuatan gaib dalam menghadapai berbagai jenis bahaya, serta yang berhubungan dengan pekerjaan atau mata pencaharian. Unsur unsur ini tentu juga tampak dalam wujud sebagai kedukunan(sistem medis makatana) yang sampai sekarang masih hidup.
Dunia gaib sekitar manusia dianggap didiami oleh makhluk-makhluk halus sepertiroh-roh leluhur baik maupun jahat, hantu-hantu dan kekuatangaib lainnya. Usaha manusiauntuk mengadakan hubungan dengan makhluk-makhluk tersebut bertujuan supaya hidupmereka tidak diganggu sebaliknya dapat dibantu dan dilindungi, dengan mengembangkansustu kompleks sistem upacara pemujaan yang dahulu dikenal sebagai na’amkungan atauma’ambo atau masambo.Dalam mitologi orang Minahasa rupanya sistem kepercayaan dahulu mengenal banyak dewa, salah satunya adalah dewa tertinggi. Dewa oleh penduduk disebut empung atauopo, dan untuk sewa yang tertinggi disebut opo wailan wangko. Dewa yang penting sesudahdewa tertinggi ialah karema.Opo wailan wangko dianggap sebagai pencipta seluruh alam dan isinya yang dikenal oleh manusia yang memujanya. Karena yang mewujudkan diri sebagai manusia adalahsebagai penunjuk jalan bagi lumimuut (wanita sebagai manusia pertama) untuk mendapatkanketurunan seorang pria yang bernama to’ar, yang juga dianggap sebagai pembawa adatkhususnya cara-cara pertanian yaitu sebagai cultural hero (dewa pembawa adat).Roh leluhur juga disebut opo, atau sering disebut dotu yang pada masa hidupnya adalah seorang yang dianggap sakti dan juga sebagai pahlawan seperti pemimpin-pemimpin komunitas besar ( kepala walak dan komunitas desa; tona’as ). Mereka juga dalam hidupnya memiliki keahlian dan prestasi seperti dalam perang, keagamaan dan kepemimpinan. Ada kepercayaan bahwa opo-opo yang baik akan senantiasa menolong manusia yang dianggap sebagai cucu mereka sebagai cucu mereka ( puyun) apabila mengikuti petunjuk petunjuk yang diberikan.Pelanggaran yang terjadi dapat mangakibatkan yang bersangkutan akan mengalami bencana atau kesulitan hidup akibat murka opo-opo, ataupun kekuatan sakti yang diberikan akan hilang. Disamping itu, ada juga opo-opo yang memberikan kekuatan sakti untuk hal-hal yang tidak baik, seperti untuk mencuri, berjudi dsb.Konsepsi makhluk halus lainnya seperti hantu ialah panunggu, lulu, puntianak, pok- pok dsb yang dianggap berada di tempat tertentu dan pada saat dan keadaan tertentu dapat maengganggu manusia. Untuk menghadapi hal-hal tersebut sangat dirasakan peranan dariopo-opo yang dapat menghadapi atau mengalahkan mereka atau mengatasi gangguan dari mereka.Roh (mukur) orangtua sendiri ataupun roh-roh kerabat yang sudah meninggaldianggap selalu berada di sekitar kelurganya yang masih hidup, yang sewaktu-waktu datang menun jukkan dirinya dalam bentuk bayangan atau mimpi atau dapat pula melalui seseorang sebagai media yang dimasuki oleh mukur sehingga bisa bercakap-cakap dengan kerabatnya.
Mukur yang demikian tidak dianggap berbahaya malahan bisa menolong kerabatnya. Kepercayaan orang Minahasa bahwa ada bagian tubuh yang mempunyai kekuatan sakti seperti rambut dan kuku. Binatang-binatang yang memiliki kekuatan sakti sepertiular hitam dan beberapa jenis burung, terutama burung hantu (manguni). Untuk tumbuh-tumbuhan yang memiliki kekuatan sakti adalah tawa’ang, goraka (jahe), balacai, jeruk suangidll. Gejala alam seperti gunung meletus dan hujan lebat bersama petir secara terus-menerus dianggap sebagai amarah para dewa. Senjata yang dianggap memiliki kekuatan sakti yang harus dijaga dengan baik adalah keris, santi (pedang panjang), lawang (tombak), dan kelung(perisai). Ucapan berupa sumpah dan kutukan juga dikenal sebagai kata-kata yang dianggap dapat mengakibatkan malapetaka, apalagi kalau yang mengatakannya orangtua, kata-katanya dianggap memiliki kekuatan sakti. Benda-benda          jimat baik yang diwariskan orangtua ataupun yang didapat dari walian atau tona’as yang disebut Paereten Paereten adalah benda-benda yang kesaktiannya dipercaya
Yang sampai sekarang masih dipakai.Jiwa yang dianggap sebagai kekuatan yang ada dalam tubuh manusia yang menyebabkan adanya hidup, rupanya memiliki konsepsi yang sama dengan jiwa sesudah meninggalkan tubuh karena mati atau roh. Konsepsi jiwa dan roh ini disebut katotouan. Unsur kejiwaan dalam kehidupan manusia adalah : gegenang (ingatan), pemendam(perasaan), dan keketer (kekuatan). Gegenang adalah unsure yang utama dalam jiwa. Pada saat sekarang, sesuai dengan aturan-aturan agama Kristen, maka konsepsi dunia akhirat (sekalipun untuk mereka yang masih melakukan upacara-upacara kepercayaan pribumi untuk mendapat kan kekuatan sakti darih makhluk-makhluk halus)
ialah surga bagi yang selamat, serta neraka bagi yang berdosa dan tidak percaya. Upacara-upacara keagamaan pribumi masih banyak dilakukan oleh orang minahasa sebagai perwujudan untuk mengadakan hubungan dengan dunia gaib atau sebagai kelakuan religi atas dasar suatu emosi keagamaan, upacara-upacara itu diantaranya adalah yang biasa dilakukan pada malam hari di rumah tona’as atau di rumah orang lain, bisa juga di tempat-tempat keramat seperti kuburan opo-opo, batu-batu besar dan di bawah pohon besar. Padasaat tertentu yang dianggap penting upacara dapat dilakukan di Watu Pinabetengan, tempat dimana secara mitologis paling keramat di Minahasa.Upacara dilakukan pada saat tertentu, misalnya pada malam bulan purnama. Tokohtradisional yang melakukan dan memimpin upacara keagamaan pribumi dikenal dengan namawalian, pemimpin upacara dapat dipegang oleh wanita atau pria.
Agama-agama resmi yang umum diatur oleh orang Minahasa antara lain Protestan(yang terdiri dari berbagai sekte), katolik dan Islam. Terlepas dari tingkat kepercayaan perseorangan, unsure-unsur religi pribumi tidak dapat dilepaskan dari          kehidupan keagamaan. Misalnya komponen pribumi terpadu bersama komponen kristenyang di luar upacara formal gerejani seperti yang terlihat dalam upacara-upacara dari masa hamil sampai masa meninggal maupun pada perilaku keagamaan sehari-hari. Sebagaimana yang telah dikemukakan pada contoh sebelumnya dapat dilihat adanya komponen religi pribumi dalam kebudayaan Minahasa yang secara mendalam telah mengalami perubahan melalui jalur-jalur kolonialisme, pendidikan formal, dan kristenisasi maupun jalur-jalur kontak atau difusi budaya lainnya.

2.3    Upacara adat

1.Monondeaga
Upacara adat dari daerah Bolaang Mongondow yang dilaksanakan pada waktu anak gadis memasuki masa akil baliq yang ditandai dengan datangnya  haid pertama. Daun telinga dilobangi dan  dipasangi  anting  kemudian gigi diratakan sebagai pelengkap kecantikan dan tanda anak gadis tersebut telah dewasa.      

2.Mupuk Im Bene
Upacara adat dari daerah Minahasa berupa pengucapan syukur pallen pactio Masyarakat membawa/mempersembahkan segantang/sekarung hasil padi bersama asil ladang lain nya disuatu tempat (lapangan atau dirumah,gereja) untuk didoakan. Dan setiap rumah/keluarga menyiapkan beragam makanandan makan bersama dengan para tamu dengan suka ria   
3.Metipu
Merupakan upacara adat dari daerah Sangihe Talaud berupa penyembahan kepadaSang Pencipta alam semesta yang disebut BENGGONA LANGI DUATAN SALURAN,dengan membakar daun-daun dan akar-akar yang mewangi dan menimbulkan asap membumbung kehadirat-Nya.
4.Watu Pinawetengan
Tanggal tujuh bulan tujuh tahun dua ribu tujuh saat istimewa bagi sebagianmasyarakat Minahasa. Pada penanggalan Masehi itu digelarlah upacara adat WatuPinawetengan, sebuah upacara penuh  makna bagi persatuan masyarakat setempat.WatuPinawetengan adalah warisan leluhur Minahasa dan merupakan bukti bahwa demokrasidan persatuan sudah ada sejak dahulu.Berdasarkan cerita rakyat, terdapat sebuah batu besar yang disebut tumotowa yakni batu yang menjadi altar ritual sekaligus menandai berdirinya   permukiman suatukomunitas. Johann Albert Traugott Schwarz, seorang  misionaris Belanda keturunan Jerman, pada tahun 1888 berinisiatif melakukan penggalian di bukit Tonderukan yang sekarang masuk wilayah kecamatan Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut).Ternyata penggalian berhasil menemukan batu besar yang membujur dari timur ke barat. Johan Gerard Friederich Riedel yang lahir di Tondano pada tahun 1832,menyebutkan bahwa batu tersebut merupakan batu tempat duduk para leluhur melakukan  perundingan atau orang setempat menyebutnya Watu Rerumeran  ne Empung.            Batu tersebut merupakan tempat bagi para pemimpin upacara adat memberikankeputusan (dalam bentuk garis dan gambar yang dipahat pada batu) dalam hal membagi pokok pembicaraan, siapa yang harus bicara, serta cara beribadat.Latar belakang itu memberi arah bahwa sudah ada demokrasi pada jaman dulu. Sejumlah persoalan diselesai- kan dengan musyawarah sehingga mereka yang terlibat persoalanmeninggalkan Watu Pinawetengan dengan damai.Inti dari upacara yang diselenggarakan di depan batu besar itu adalah wata' esa eneyakni pernyataan tekad persatuan. Semua perwakilan kelompok etnis yang ada di Tanah Toar Lumimut menganarkan bagian peta tanah Minahasatempat tinggalnya dan meletakkan dibagian tengah panggung perhelatan. Diiringi musik instrumentaliakolintang, penegasan tekad itu disampaikan satu per satu perwakilan menggunakan pelbagai bahasa di Minahasa. Setelah   tekad  disampaikan    mereka menghentakkan kaki ketanah tiga kali. Pada penghujung acara para pelaku upacara bergandengan tangan membentuk lingkaran sembari menyanyikan Reranian: Royorz endo."Royor endo, ezo e, Maesa-esa lalan ni kita e, Royor endo, ezo e, Sei si nimalewo,Ya wana ni mengasa- ngasaranmo, Royor endo, ezo e, Mengale-ngalei umanPakatuan pakalawirenom, Royor endo, ezo e"(Persatukanlah jalan kita. Janganlah ada yang merusakkan ataupun hanya berpura-pura.Mari memohonkan usia lanjut dan lestari).
5.Upacara Pemakaman
Mula-mula Suku Minahasa jika mengubur orang meninggal sebelum ditanam terlebihdulu dibungkus dengan daun woka (sejenis janur). Lambat laun, terjadi perubahan dalam kebiasaan menggunakan daun woka .Kebiasaan di bungkus daun ini berubah dengan mengganti wadah ronggga pohon kayu atau nibung kemudian orang meninggal dimasukkan ke dalam rongga pohon lalu ditanam dalam tanah. Baru sekitar abad IX Suku Minahasa mulai menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi menghadap keutara dan didudukkan dengan tumitkaki menempel pada pantat dan kepala mencium lulut. Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek moyang Suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun1860 mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda menguburkan orang meninggal dalam waruga.Kemudian di tahun1870, Suku Minahasa mulai membuat peti mati sebagai pengganti  waruga, karena waktu itu mulai berjangkit berbagai penyakit, di antaranya penyakit tipus dan kolera.Dikhawatirkan, si meninggal menularkan bibit penyakit  tipus dan kolera melalui celah yang terdapat di antara badan waruga dan cungkup waruga. Bersamaan dengan itu pula, agamaKristen mengharuskan mayat dikubur di dalam tanah mulai menyebar diMinahasa. Waruga yang memiliki ukiran dan relief umumnya terdapat diTonsea. Ukiran dan relief tersebut menggambarkan berapa jasad yang tersimpan dalam waruga yang bersangkutan sekaligus menggambarkan mata pencaharian orang tersebut. Pada awalnya waruga tersebar di seluruh Minahasa. Saat ini waruga yang tersebar tersebut dikumpulkan di desa Sawangan - Minahasa, yaitu sebuah desa yang terletak diantara Tondano(ibu kota kabupaten Minahasa) dengan Airmadidi(ibu kota kabupatenMinahasa Utara). Sampai saat ini waruga merupakan salah satu tujuan wisata sejarah diSulawesi Utara. (Bagian utara Minahasa).
6.Upacara Pernikahan
Proses Pernikahan adat yang selama ini dilakukan di tanah Minahasa telah mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman.Misalnya ketika proses perawatan calon pengantin serta acara  “Posanan” (Pingitan) tidak lagi dilakukan sebulan sebelum perkawinan, tapi sehari sebelum perkawinan pada saat "Malam Gagaren" atau malammuda-mudi. Acara mandi di pancuran air saat ini jelas tidak dapat dilaksanakan lagi,karena tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang dapat dilakukan saat ini adalah mandi adat "Lumelek" (menginjak batu) dan "Bacoho" karena dilakukan di kamar mandi di rumah calon pengantin. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan sekarangini, semua acara / upacara perkawinan dipadatkan dan dilaksanakan dalam satu hari saja.Pagi hari memandikan pengantin, merias wajah, memakai busana pengantin, memakaimahkota dan topi pengantin untuk upacara "maso  minta"          (toki  pintu).         Siang hari kedua pengantin pergi kecatatan sipil atau Departemen Agama dan melaksanakan pengesahan /pemberkatan nikah(di gereja), yang kemudian dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Pada acara in biasanya dilakukan upacara pperkawinan adat,diikuti dengan acara melempar bunga tangan dan acara bebas tari-tarian dengan iringan musik tradisional, seperti tari Mengket, Katrili,Polineis,diiringi Musik Bambu dan Musik Kolintang. 
Setelah mandi biasa membersihkan seluruh badan dengan sabun mandi lalu mencuci rambut dengan bahan pencuci rambut yang banyak dijual di toko, seperti shampoo dan hair tonic. Mencuci rambut "bacoho" dapat delakukan dengan dua cara, yakni cara tradisional ataupun hanya sekedar simbolisasi.Tradisi : Bahan-bahan ramuan yang digunakan adalah parutan kulit lemong nipis ataulemong bacoho (citrus limonellus), fungsinya sebagai pewangi; air lemong popontolen(citrus lemetta), fungsinya sebagai pembersih lemak kulit kepala; daun pondang (pandan)yagn ditumbuk halus, fungsinya sebagai pewangi, bunga manduru (melati hutan) atau bunga rosi (mawar) atau bunga   melati yang   dihancurkan dengan tangan, dan          berfungsi sebagai pewangi; minyak buah kemiri untuk melemaskan rambut dicampur dengan sedikit perasan air buah kelapa yang diparut halus. Seluruh bahan ramuan harus berjumlah sembilan jenis tanaman, untuk membasuh rambut. Sesudah itu dicuci lagi dengan air  bersih lalu rambut dikeringkan. Simbolisasi : Semua bahan-bahan ramuan tersebut dimasukkan ke dalam sehelai kain berbentuk kantong, lalu dicelup ke dalam air hangat, lau kantong tersebut diremas dan Air nya ditampung dengan tangan, kemudian digosokkan kerambut calon pengantin sekedar simbolisasi. Lumele’ (Mandi Adat): Pengantin disiram dengan air yang telah diberi bunga-bungaan warna putih, berjumlah sembilan jenis bunga yang berbau wangi, dengan memakai gayung sebbanyak sembilan kali disiram diatas leher kebawah. Secara simbolis dapat dilakukan dengan sekedar membasuh muka oleh pengantin itu sendiri, kemudian mengeringkan nya dengan handuk yang bersih dan belum pernah digunakan sebelumnya.
7.Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan adat Minahasa dapat dilakukan di salah satu rumah pengantin pria ataupun wanita. Di Langowan Tontemboan , upacara dilakukan dilakukan dirumah pihan pria, sedangkan di Tomohon-Tombulu di rumah pihak pengantin wanita. Hal ini mempengaruhi prosesi perjalan pengantin. Misalnya pengantin pria kerumah pengantin wanita lalu keGereja dan kemudian ketempat acara resepsi. Karena resepsi/pesta perkawinan dapat ditanggung  baik  oleh pihak  keluarga  priamaupun keluarga wanita, maka pihak yang menanggung biasanya yang akan memegang komando pelaksanaan pesta perkawinan. Ada perkawinan yang dilaksanakan secara  Mapalus dimana kedua pengantin dibantu oleh mapalus warga desa, seperti di desa Tombulan. Orang Minahasa penganut agama Kristen tertentu yang mempunyai kecenderungan mengganti acara pesta malam hari dengan acara kebaktian dan makan malam. Orang Minahasa di kota-kota besar seperti kota Manado, mempunyai kebiasaan yang sama dengan orang Minahasa di luar Minahasa yang disebut Kawanua.                     
Pola hidupmasyarakat di kota-kota besar ikut membentuk pelaksanaan upacara adat perkawinan Minahasa, menyatukan seluruh proses upacara adat perkawinan yang dilaksanakan hanya dalam satu hari (Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta,Prosesi Upacara Adat di pelaminan). Contoh proses upacara adat perkawinanyang dilaksanakan dalam satu hari :Pukul 09.00 pagi, upacara Tonki Pintu. Pengantin pria kerumah pengantin wanita sambil membawa antaran (mas kawin), berupa makanan masak, buah-buahan dan beberapa helai kain sebagai simbolisasi. Wali pihak pria memimpin rombongan pengantin pria,mengetuk pintu tiga kali.Pertama :Tiga ketuk dan pintu akan dibuka dari dalam oleh wali pihak wanita. Laludilakukan dialog dalam bahasa daerah Minahasa. Kemudian pengantin pria mengetok  pintu kamar wanita. Setelah pengantin wanita keluar dari kamarnya, diadakan jamuan makanan kecil dan bersiap untuk pergi ke Gereja. Pukul 11.00-14.00 : Melaksanakan perkawinan di Gereja yang sekaligus di nikahkan oleh negara, (apabila petugas catatan sipil dapat datang kekantor Gereja). Untuk itu, para saksi kedua pihak lengkap dengan tanda pengenal penduduk (KTP), ikut hadir di Gereja. Pukul 19.00 : Acara resepsi kini jarang dilakukan di rumah kedua pengantin , namun menggunakan gedung /hotel. Apabila pihak keluarga pengantin ingin melaksanakan prosesi upaccara adat perkawinan, ada sanggar-sanggar kesenian Minahasa yang daat melaksanakan nya.  Dan prosesi upacara adat dapat dilaksanakan dalam berbagai sub-etnis Minahasa,hal ini tergantung dari keinginan atau usul keluarga pengantin. Misalnya dalam versi Tonsea,Tombulu,Tontemboan atau pun Sub-enis Minahasa lainnya. Prosesi upacara adat berlangsung tidak lebih dari sekitar 15 menit, dilanjutkan dengankata sambutan, melempar bunga tangan, potong kue pengantin , acara   salaman, makan  dan sebagai acara terakhir (penutup) ialah dansa yang dimulai dengan Polineis.

2.4    Mata pencaharian

Di Minahasa, jaringan jalan raya yang tergolong baik, serta adanya pelabuhan Bitungdan bandar udara Sam Ratulangi, adanya industri-industri kecil, toko-toko besar, dan kegiatanekonomi modern lainnya sangat mempengaruhi sektor ekonomi pedesaan yang berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang masih bersifat tradisional.Ekonomi pedesaan merupakan ciri-ciri perilaku petani Minahasa.Minahasa , jaringan jalan yang tergolong baik, serta adanya pelabuhan Bitung dan bandar udara SamRatulangi, adanya industri-industri kecil, toko besar maupun kecil di kotsa, dan kegiatan ekonomi modern lainnya memang sangat erat berhubungan dan sangat mempengaruhi ekonomi pedesaan yang berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang masih tergolong tradisional.ekonomi pedesaan di Minahasa mempunyai bentuk tersendiri yang menunjukkuan adanya perbedaan-perbedaan dari masyarakat-masyarakat pedesaan lainnya. Berbagai sarana,prasarana, dan pranata ekonomi di Minahsa sekarang telah mengalami perkembangan , jauh berbeda dari masa-masa dahulu.Berbagai pabrik, petokoan, yang menjual barang-barang mewah maupun kebutuhan sehari-hari, kegiatan-kegiatan perdagangan ekspor dan impor antar pulau maupun lokal danmasih banyak lagi, semuanya tergolong pada kegiatan ekonomi modern, yang menunjukkan gejala perkembangan.Khususnya mengenai sektor industri dapat dikemukakan bahwa bagian terbesar   pada industri kecil (sekitar 98%) dan sisanya tergolong pada industri menengah.Sebagai penunjang sektor perdagangan, maka produksi sektor industri menunjukkan pertambahan.Dalam sektor pertanian sudah sejak masa sebelum Perang Dunia II  berkembang perkebunan rakyat tanamamn industri,terutama kelapa,cengkeh,kopi,dan pala. Sekarang perkebunan-perkebunan ini terus mengalami peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi dengan menggunakan metode dan teknologi pertanian modern. Akhir-akhir ini komoditi petanian lain yaitu coklat, vanili, jahe putih dan jambu mete mulai digiatkan secara intensif juga dengan metode dan teknologi pertanian modern.Persawahan menunjukkan pula adanya gejala-gejala perkembangan dalam upaya peningkatan produksi padi. Perbaikan dan pembangunan irigasi, penggunaan pupuk dan bibit unggul adalah contoh dari beberapa perkembangan yang dimaksud. Pertebatan ikan mas dengan mempraktekkan metode baru (menggunakan air yang mengalir deras ke dalam tebat-tebat yang terbuat dari semen) dijalankan di banyak desa terutama oleh petani-petani kaya. Perladangan menetap tradisional (kebun kering) yang umum di Minahasa adalah perladangan jagung, umumnya untuk konsumsi petani sendiri. Biasanya petani menanam puladalam kebun jagung berbagai jenis sayur, tanaman bumbu masakan sehari-hari, dan buah-buahan (teruama advokat,pepaya, dan jenis-jenis jambu air) untuk dikonsumsi sendiri.  Akhir-akhir ini pemerintah daerah telah mengusahakan peningkatan produksi jagung melalui Proyek Mandiri dikalangan petani, dijalankan dengan penyuluhan dinas pertanian, untuk dipasarkan melalui Koperasi Unit Desa(KUD). Selain jagung, kebun sering ditanami pula dengan kacang merah, kacang tanah,kedelai, kacang hijau, dan berbagai jenis ubi.Selain pengembangan perikanan laut yang dilaksanakan oleh Perikani yang berpusat diAertembaga, terutama penangkapan dan pengolahan cakalang, nelayan-nelayan tradisiona lmulai meningkatkan produksi berbagai jenis ikan dan binatang laut dengan menggunakan alat-alat yang lebih baik maupun dengan apa yang disebut”motorisasi”perahu penangkapan ikan. Namun demikian, penangkapan jenis binatang laut masih umum dijalankan dengan teknologi tradisional.teknologi tradisional dipergunakan pula dalam penangkapan jenis-jenis biotik sumber protein didanau-danau dan sungai-sungai. Di desa-desa sekeliling danau Tondanoada segolongan penduduk yang khusus menjalankan kegiatan kegiatan menangkap berbagai jenis ikan dan binatang danau. Golongan nelayan ini mengisi sebagian dari kebutuhan protein hewani yang dapat diperoleh dipasar-pasar di kota-kota.Hutan merupakan sumber energi maupun materi untuk berbagi kebutuhan penduduk.Berbagai jenis bahan makanan (binatang dan tumbuhan) kebutuhan sehari-hari maupun pesta bersumber dari hutan. Jenis-jenis binatang yang umum dimakan adalah babi hutan, tikus hutan (ekor putih), dan kalong. Lain-lainnya yang jarang dimakan karena sudah tergolong langka atau tidak umum dimakan oleh orang Minahasa adalah seperti rusa, anoa, babi rusa,monyet, ular piton, biawak, ayam hutan, telur burung maleo, dan jenis-jenis unggas liarlainnya. Berbagai jenis tumbuhan liar baik yang terdapat di hutan maupun lingkungan fisik lainnya merupakan bahan makanan yang memenuhi kebutuhan sayur-sayuran, terutama pangi, rebung dan pakis.Demikian pula, hutan menghasilkan berbagai jenis buah-buahan, seperti jenis-jenismangga, pakoba dan kemiri. Selain itu, enau merupakan sumber nira sebagai minuman yang terkenal di Minahasa (sanguer) maupun bahan gula merah (Tumbuha ini tumbuh di hutan maupun dikebun) Untuk berbagai kebutuhan kayu sebagai bahan            untuk  membuat  berbagai alat dan bangunan gedung dan rumah, hutan merupakan sumbernya, Kecuali itu,  hutan dan lingkungan-lingkungan fisik lainnya merupakan tempat bertumbuhnya tumbuh-tumbuhan yang memberi bahan-bahan untuk berbagai kebutuhan umum seperti rotan, kayu bakar, daun rumbia (bahan atap rumah). Sayang sekali luas hutan di Minahasa makin berkurang, terutama karena ekstensifikasi perkebunan cengkeh yang dilakukan oleh penduduk desa maupun penduduk kota.Di daerah Minahasa menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan sumber yangterbesar, melebihi 126 milyar rupiah (42,36%). Daripadanya subsektor perkebunan adalahyang paling besar dan sesudahnya adalah subsektor pertanian pangan dan subsektor-subsektor perikanan, peternakan, dan kehutanan. Ada empat jenis komoditi (kelapa, cengkeh, pala dankopi) dan satu golongan komoditi lainnya (vanili, jahe putih, dan biji jambu mete) yangsangat penting bagi perekonomian daerah ini. Bahkan tiga jenis komoditi yaitu kelapa, paladan kopi mengisi paket ekspor Sulawesi Utara.

2.5    Sistem kekerabatan

Orang Minahasa memegang prinsip keturunan secara bilateral, atau memperhitungkan hubungan kekerabatan baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, dengan jangkauan kekerabatannya umumnya hanya sampai generasi ketiga. Dalam memilih jodoh, penelusuran asal-usul biasa dilakukan, untuk memastikan muda-mudi yang hendak terlibat pernikahan berada di luar jangkauan kekerabatan tiga generasi tersebut.
Setelah menikah, pasangan suami-istri bebas menentukan tempat tinggalnya, baik itu di lingkungan sang Istri atau suami. Di Minahasa, keluarga inti (saanakan) dapat terdiri dari: suami-istri ditambah anak-anak kandung (yang belum menikah); dapat pula terdiri dari suami-istri ditambah anak kandung, anak tiri, atau anak angkat; janda/duda, dengan anak-anak, baik anak kandung, anak tiri, maupun anak angkat; suami-istri yang tidak mempunyai anak; atau dapat pula janda/duda yang hidup sendiri.
Dalam satu rumah, ada kalanya terdiri lebih dari satu keluarga inti, karena terkadang ada saja anak-menantu yang baru menikah, masih mentap satu atap dan satu dapur bersama orang tua mereka, atau terkadang ada juga saudara lainnya yang masih menumpang, seperti keluarga adik, keluarga kakak, dan lain sebagainya. Pada tipe keluarga luas seperti ini, budaya gotong royong biasanya lebih kuat, seperti bekerja di ladang yang sama.
Dalam sistim kekerabatan orang Minahasa, dikenal konsep klen kecil yang disebut taranak. Setiap taranak dipimpin oleh seorang tua unta ranak, yakni laki-laki yang dianggap tertua dalam keluarga. Beberapa hal yang menonjol dari konsep taranak di Minahasa adalah pada bidang warisan, kematian, perkawinan, dan pemilihan kepala desa yang disebutHukumtua.
Dalam pembagian warisan, tanah warisan disebut sebagai kelakeran (milik banyak orang). Tanah klakeran bisa dibagikan kepada ahli waris untuk dikelola sendiri-sendiri, atau jika luas tanah tidak mencukupi untuk dibagikan, maka akan dikelola secara bergantian dengan siklus satu tahunan atau biasa disebut tanah kalakeran pataunen  (milik bersama yang dipakai bergiliran per tahun).
Menyangkut urusan kematian, selain tolong-menolong dalam bentuk tenaga dan materi untuk anggota kerabat yang meninggal, taranak juga mengenal konsep kuburan famili (kerabat) dalam lingkup klen kecil, yang biasanya dinamai dengan nama keluarga nenek moyang mereka, sebagai contohnya adalah kuburan famili Lapisan, kuburan famili Woraang, dan kuburan famili Warouw. Konsep gotong royong yang serupa juga tercermin dalam penyelenggaraan pernikahan.
Sementara dalam hal pemilihan kepala desa atau Hukumtua, biasanya terjadi persaingan antar taranak, di mana taranak yang jumlah anggotanya lebih banyak akan lebih mudah untuk meraih kemenangan ketika ada salah satu anggota mereka yang mencalonkan diri.

2.6    Bahasa

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota Tomohon selain menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan juga menggunakan bahasa daerah Minahasa. Seperti diketahui di Minahasa terdiri dari delapan macam jenis bahasa daerah yang dipergunakan oleh delapan etnis yang ada, seperti Tountemboan, Toulour, Tombulu, dll. Bahasa daerah yang paling sering digunakan di Kota Tomohon adalah bahasa Tombulu, karena memang wilayah Tomohon termasuk dalam etnis Tombulu. Selain bahasa percakapan di atas, ada juga masyarakat di Minahasa dan Kota Tomohon khususnya para orang tua yang menguasai Bahasa Belanda karena pengaruh jajahan dari Belanda serta sekolah-sekolah zaman dahulu yang menggunakan Bahasa Belanda. Bahasa daerah Minahasa terdiri dari: 1) Tountemboan, 2) Tombulu Tonsea, 3)Toulour (Tondano), 4)Tonsawang, 5) Ratahan, 6)Pasan, 7)Ponosakan, 8)Bantik.

2.7    Pemerintahan

Sejak awal bangsa Minahasa tidak pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hukum Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang melindungi.Ukung artinya kungkung = lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia, berpikir, serta didalam mengambil Kehidupan demokrasi dan kerakyatan terjamin Ukung Tua tidak  boleh memerintah rakyat dengan sewenang-wenang karena rakyat itu adalah anak-anak dan cucu-cucunya, keluarganya sendiri. Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu dan setelah itu dilakukan harus dengan mapalus. Didalam bekerja terdapat pengatur atau  pengawas yang di Tonsea disebut Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut Sumesuweng. Di Minahasa tidak dikenal sistim perbudakan, sebagaimana lazimnya di daerah lain pada zaman itu, seperti di kerajaan Bolaang, Sangir, Tobelo, Tidore dll. Hal ini membuat beberapa dari golongan Walian Makaruwa Siyow (eksekutif ingin diperlakukan sebagairaja. seperti raja Bolaang, raja Ternate, raja Sanger) yang mereka dengar dan temui disaat barter bahan bahan keperluan rumah tangga. Setelah cara tersebut dicoba diterapkan dimasyarakat Minahasa oleh beberapa walian/hukum tua timbul perlawanan yang memicu terjadinya pemberontakan serentak di seluruh Minahasa oleh golongan rakyat/Pasiyowan Telu, Alasannya karena, bukanlah adat pemerintahan yang diturunkan OpoToar Lumimuut, dimana kekuasaan dijalankan dengan sewenang-wenang.Akibat pemberontakkan itu, tatanan kehidupan di Minahasa menjadi tidak menentu, peraturan tidak diindahkan Adat istiadat rusak, Perebutan tanah pertanian antar keluarga. Hal ini membuat golongan makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu mengambil tindakan pencegahan dengan mengupayakan musyawarah raya yang dimotori olehTonaas-tonaas senior dari seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan.Luas Minahasa pada jaman ini adalah dari pantai Likupang, Bitung sampai ke muarasungai Ranoyapo ke gunung Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai Ranoyapo dan Poigar, Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah kerajaan Bolaang Mongondow, sampai kira-kira abad ke-14. Dalam musyawarah yang dihadiri oleh seluruh keturunan Toar Lumimuut, memilih Tonaas Kopero dari Tompakewa sebagai ketua yang dibantu anggota Tonaas Muntuuntu dari Tombulu dan Tonaas Mandey dari Tonsea mereka bertugas untuk konsolidasi ketiga golongan Minahasa tsb.

2.8    Sistem Teknologi

Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi dalam setiap suku bangsa pun semakin berkembang. Di Minahasa, sama seperti di daerah-daerah lainnya di Indonesia, sistem teknologi dan penggunaan alat-alat tradisional sudah semakin menghilang diganti dengan alat-alat modern buatan pabrik. Namun, dalam bagian ini penulis berusaha memasukkan daftar alat-alat tradisional yang dahulu dipakai oleh masyarakat suku Minahasa atau mungkin juga masih dikenal atau digunakan oleh masyarakat Minahasa dewasa ini di tempat-tempat tertentu. Alat-alat tersebut mulai dari alat-alat rumah tangga sampai alat-alat yang digunakan untuk bekerja dan berperang.
a.       Alat-alat rumah tangga: masih sering dijumpai di desa-desa, antara lain nihu (penampi beras/padi), loto (bakul), poroco (jenis bakul), rueng (belanga), rumping (belanga goreng), ramporan (dodika/tempat           memasak),             tempayang       (tempayan), mauseu/nuuseu/naaweyen/sincom (tempat nira dari bambu),  selangka  (peti tempat penyimpanan barang berharga), tape (tikar), patekelan/panteran/koi (tempat tidur), piso (pisau), dan lisung (lesung).
b.      Alat-alat pertanian: beberapa alat yang selalu dipakai penduduk dalam pertanian seperti, pajeko (bajak), sisir, pacol (pacul),sekop (tembilang), peda (parang), sambel (sabel), dan pati/tamako (kapak).
c.       Alat-alat perburuan: alat-alat yang dahulu sering digunakan dalam perburuan, antara lain tumbak (tombak),  sumpit (senjata untuk burung saja), wetes/dodeso (jerat),  sassambet (semacam jerat), dan sinapang (senapan)..
d.      Alat-alat perikanan: alat-alat yang digunakan oleh masyarakat Minahasa yang berprofesi sebagai nelayan, yakni perahu sampan, perahu giob (lebih besar dari sampan), pelang (lebih besar dari giob), soma (pukat besar), pukat, hohati (kail), nonae(umpan), sosoroka (semacam tombak yang khusus dipergunakan di danau), rompong (rumah di atas air yang telah dipasang dengan jala), sesambe (berbentuk seperti layar kecil untuk menangkap ikan-ikan kecil), dan sero babu yang telah dianyam untuk membungkus ikan.
e.       Alat-alat peternakan: alat-alat yang digunakan dalam beternak. Alat-alat ini tidak terlalu banyak terdapat di Minahasa dikarenakan peternakan merupakan pekerjaan sambilan saja. Alat-alat tersebut antara lain: lontang tempat makanan babi,roreongan atau sangkar ayam.
f.       Alat-alat kerajinan: alat-alat yang digunakan dalam kerajinan masyarakat. Alat-alat ini merupakan campuran dari alat-alat asli buatan orang Minahasa dan alat-alat yang datang dari luar (yang berbahan logam). Beberapa alat buatan penduduk antara lain,kekendong (alat pemintal tali yang terbuat dari bambu atau kayu), jarong katu (penjahit atap yang juga dibuat dari bambu atau kayu), gelondong atau jarong benang bambu, martelu (martil yang dibuat dari kayu), sarong peda (sarung parang yang terbuat dari kayu, bambu, dan pelepah pinang).
g.      Alat-alat transportasi: alat-alat perhubungan yang digunakan oleh masyarakat Minahasa, antara lain roda sapi, bendi, sampanatau perahu (ada beberapa jenis), dan rakit.
h.      Alat-alat peperangan, yakni alat-alat yang dipakai oleh masyarakat Minahasa dahulu dalam berperang, antara lain kelung(tameng), santi (pedang), kiris (keris), tumbak, pemukul, tamor (tambur), tettengkoren (tubuh dari bambu), pontuang (alat tiup dari kulit kerang), kolintang (dibuat dari perunggu yang sama dengan alat musik Gamelan Jawa), dan gong.
i.        Alat-alat untuk menyimpan, antara lain godong (gudang di bagian bawah rumah untuk menyimpan hasil-hasil produksi), cupa(volumenya hampir tiga liter, terbuat dari bambu), gantang (volumenya 27 liter, terbuat dari kayu), walosong (tempat menyimpan makanan, terbuat dari bambu), dan para-para (sejenis meja dari bambu tempat menaruh alat-alat dapur).

2.9    Kesenian

A.      Tarian
1. Tari Mahambak
Tari Mahambak adalah salah satu seni tradisional Bantik — sebuah anak suku yang memiliki banyak       kekhasan .Seni tari yang menjadi sarana pengungkapan peasaan komunal orang Bantik. Dengan terpencarnya mereka kedalam sejumlah pusat pemukiman-pemukiman antaranya    di         Malayang (arah tenggara dari manado), Molas  (diutara manado), Ongkaw dan Boyong (di minahasa selatan), dan lain-lainmereka amat saling merindu. Perjumpaan, persatuan dan kerukunan menjadi nilai-nilai yang sangat dirayakan serta dijunjung setinggi-tingginya oleh orang Bantik dari generasi ke generasi.
Nilai-nilai persatuan dan kerukunan itu tercermin sangat jelasnya dalam bait-bait syair yang dinyanyikan dalam Tari Mahambak. Syair-syair yang digubah para leluhur,
yang karena di zaman dulu itu masih sangat terbatas sarana perhubungan dan apalagi telekomunikasi, sehingga mereka menghayati keterpencaran komunitas
mereka sebagai masalah sangat besar, mencemaskan, membahayakan, dan amat menyedihkan.      Arti harfiah mahambak ialah begembira dan bersukacita. Bergembira menyambut perjumpaan dan persatuan. Tari mahambak kemudian menjadi bagian dari setiap upacara atau perayaan yang membahagiakan, seperti “naik rumah baru”, panen hasil bumi yang melimpah, dan lain-lain.
2. Tari Maengket
Maengket adalah paduan dari sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra yang terukir dalam lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah pengamat kesenian bahkan
melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
Maengket sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian terutama menanam padi            di ladang. Kalau dulu          nenek moyang Minahasa, maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana, maka sekarang tarian maengket telah berkembang teristimewa bentuk dan tariannya tanpa meninggalkan keasliannya terutama syair/sastra lagunya.
Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu:
–Maowey Kamberu 
– Marambak 
– Lalayaan.
 Maowey Kamberu Adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara pengucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama tanaman padi yang berlipat ganda/banyak. Marambak adalah tarian dengan semangat kegotong-royongan (mapalus), rakyat Minahasa bantu membantu membuat rumah yang baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan pesta naik rumah baru atau dalam bahasa daerah disebut “rumambak” atau menguji kekuatan rumah baru dan semua masyarakat kampung diundang dalam pengucapan syukur. Lalayaan adalah tari yang dilakukan saat bulan purnama Mahatambulelenen, para muda-mudi melangsungkan acara Makaria’an — mencari teman hidup.
3. Tari Kabasaran
Kabasaran adalah tari perang. Mengangkat atau memuliakan perang ke dalam karya estetika, itu memberi gambaran tentang masyarakat itu sendiri. Itu ungkapan dari watak dan nilai-nilai budaya masyarakat.
Ya, berperang memang diluhurkan sebagai krida sangat mulia bagi masyarakat yang gagah berani serta kokoh membela kebenaran dan keadilan. Dr. A.B.Meyer, seeorang peneliti sosio-budaya masyarakat Minahasa, dalam sebuah laporannya sampai menarik kesimpulan: Perang adalah bagian dalam format kebudayaan Minahasa lama!
Seni Tari Kabasaran pun mengabadikan ritual yang di masa lampau memang dilaksanakan
leluhur tou Minahasa setiap kali mereka hendak berperang. Tari Kabasaran sedemikian akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minahasa lama. Tarian keprajuritan ini menyemarakkan hampir semua upacara dalam daur hidup manusia. Mulai dari kelahiran, mengusir roh-roh jahat, perkawinan, hingga pemakaman orang mati. Demikian pula untuk penjemputan dan pengawalan secara adat bagi petinggi pemerintahan ataupun tokoh masyarakat. Juga dalam mengantar para pekerja Mapalus menuju tempat kerja.
4.Tari Maselai
Mesalai adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sulawesi Utara. Kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kepulauan Sangihe Talaud ini dahulu merupakan bagian dari suatu upacara ritual sebagai perwujudan rasa syukur kepada Genggona Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa Alam Semesta) atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya agama-agama baru, tari mesalai saat ini juga digunakan sebagai pelengkap upacara adat dan syukuran, seperti: khitanan, perkawinan, mendirikan rumah baru, peresmian perahu baru dan lain sebagainya.
Alat Musik
1.Alat Musik Tradisional KolintangAlat musik Kolintang adalah alat musik tradisional yang terkenal di daerah Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Bahan untuk membuat alat musik tradisional kolintang ini adalah kayu. Ada Kolintang yang dibuat dari bahan kayu bernama kayu bandaran, kayu wenang, dan lain sebagainya. Umumnya kayu yang dibuat untuk membuat Kolintang ini adalah kayu-kayu ringan, namun memiliki serat kayu yang padat. Alat musik kolintang dimainkan dengan cara dipukul. Bahkan Kolintang ini terkenal dapat mengeluarkan bunyi yang khas karena bisa digunakan untuk mengeluarkan bunyi nada rendah maupun nada tinggi. Salah satu fungsi Kolintang adalah mengiringi tari tradisional dari Sulawesi Utara yaitu Tari Lenso dan Tari Tatengesan.
2. Alat Musik Tradisional Salude
Alat musik yang identik dengan Sulawesi Utara adalah Kolintang. Namun sebenarnya masih ada alat musik tradisional yang menjadi ciri khas masyarakat Minahasa. Namanya adalah Salude.
Salude adalah sejenis alat musik tradisional yang dibuat dari seruas bambu. Pada bagian tengah badan bambu terdapat lubang yang memiliki fungsi sebagai resonator dan diatasnya dipasang 2 senar yang juga dibuat dari serat ari bambu. 
Cara membunyikan alat musik salude adalah dengan cara dipetik atau dipukul dengan pelepah pinang. Alat musik Salude ini merupakan alat musik sejenis  sitar tabung yang termasuk dalam kelompok ido-kardofon.
3. Alat Musik Tradisional Tetengkoren
Tetengkoren adalah merupakan salah satu alat musik pukul (Diophone) yang terbuat dari bambu berbentuk tabung bambu. Alat musik ini dipergunakan untuk mengiringi tari tradisional seperti tari tatengesan atau tari tetengkoren namun secara umum dipergunakan pula sebagai alat komunikasi didaerah kebun di Sulawesi Utara.  
4. Alat Musik Tradisional Momongan
Momongan adalah merupakan alat musik tradisional dari Sulawesi Utara yang lebih kita kenal dengan nama Gong. Alat musik momongan ini terbuat dari perunggu yang dibunyikan dengan cara dipukul. Alat musik momongan dipergunakan untuk mengiringi berbagai tari tradisional dari Sulawesi Utara. Selain alat musik diatas, masih ada beberapa alat musik tradisional yang dipergunakan masyarakat Sulawesi Utara seperti Tambur dan Suling.










3.1  Kesimpulan

Minahasa merupakan salah satu suku yang mengutamakan persatuan, ini tercermin dari pengertian awal nama “Minahasa” bukanlah nama etnis melainkan “Persatuan” dari sejumlah suku/sub-etnis tersebut. Dan juga budaya Mapalus (tolong- menolong) yang ada pada suku Minahasa.
Sistem kekerabatan di Minahasa mengikuti garis keturunan dari orang tua laki-laki (patrilinial).
Fungsi pemimpin di Minahasa tidak pernah terjadi karena warisan, dikarenakan sejak awal bangsa Minahasa tidak pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorag raja sebagai kepala pemerintahan. Di Minahasa, setiap orang dapat di panggil (dipilih) untuk menjalankan pemerintahan.

3.2    Saran

a.       Disarankan agar denga makalah ini mahasiswa dapat lebih mengenal kebudayaan Minahasa dan menjaga kelestarian adat dan budaya khas yang diwrisi nenek moyang.
b.      Mengenai budaya Mapalus (tolong-menolong) yang ada pada budaya masyarakat Minahasa tetap dipertahankan dan dilestarikan supaya tidak punah dimakan oleh zaman karena sangat bermanfaat untuk kehidupan dalam bermasyarakat.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar