APLIKASI
PENGINDERAAN JAUH DENGAN CARA SATELITE QUICKBIRD UNTUK PEMETAAN MANGROVE DI
PULAU KARIMUNJAWA, KABUPATEN JEPARA, JAWA TENGAH
D
I
S
U
S
U
N
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Felix A Siregar 3153331006
DosenPengampu
:
Darwin Parlaungan Lubis
PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESA atas segala rahmat
dan karunia-Nya,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Topik yang diajukan adalah Aplikasi
Penginderaan Jauh Dengan Citra Satelit QuickBird Untuk Pemetaan Mangrove di Pulau Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada serta semua pihak yang telah membantu sehingga selesesainya makalh ini ptepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada serta semua pihak yang telah membantu sehingga selesesainya makalh ini ptepat pada waktunya.
Penulis menyadari akan adanya
kekurangan-kekurangan pada makalah
ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan bagi pembaca pada
umumnya.
Medan,22 september 2016
Felix A siregar
|
DAFTAR
ISI
|
A.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang
memiliki sekitar 17.508 pulau dan memiliki garis pantai terpanjang kedua di
dunia setelah kanada,yaitu diperkirakan sepanjang 81.000 km (Dahuri,etal,1996).
Pada garis pantai sepanjang itu terkandung potensi sumber daya alam wilayah
pesisir yang jumlah nya cukup besar. Salah sa sumber daya pesisir di indonesia
adalah ekosistem hutan mangrove.
Luas
hutan mangrove di seluruh indonesia di prkirakan sekitar 4,25 juta ha atau
3,98% dari seluruh hutan indonesia (Nontji). Pada tahun 1993 Direktorat Jendral
Inventaris dan Tata Guna Hutan(INTAG) memperkirakan bahwa luas hutan mangrove
di Indonesia tinggal 3,73 juta ha.
Untuk
mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan mangrove diperlukan inventtarisasi
tentang distribusi,luas dan kerapatan magrove. Inventarisasi ini berguna untuk
pengelolaan dan penetapan kkebijakan pada ekosisem mangrove dan daerah pesisir.
Dalam
melakukan pemantauan dan inventarisasi mangrove tidaklah mudah.Kesulitan
pemetaan dilapangan merupakan kendala kelangkaan data mangrove. S ebagai
alternatifnya dikembangkan teknik penginderaan jauh. Teknik ini memiliki
jangkauan yang luas dan dapat memetakan
daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan perjalanan darat.
Salah
satu data penginderaan jauh yang dapat dimanfaatkan untuk memantau hutan
mangrove adalah citra Satekit QuickBird. Citra ini memiliki lebar sapuan 16,5 x
16,5 km² dengan resolusi spasial 2,44m untuk sensor multipectral. Pengamatan hutang mangrove dengan citra satelit
meliputi distribusi, luasa, dan kerapatan.
B. Tujuan
penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk :
1.
Identifikasi mangrove dengan satelit Quickbird
2.
Mengkaji peranan spesies manrove dalam komunitas mangrove
|
3. Pemetaan ekosistem mangrove
dengan menggunakan citra saelit Quick
Bird di Taman Nasional Karimunjawa
Kata mangrove merupakan kombinasi antar
Bahasa Portugis mangue dan Bahasa Inggris grove.
Dalam Bgasa Portugis kata mangrove di gunakan untuk menyatakan individu spesies
tumbuhan, sedangkan dalam Bahasa Inggris kata mangrove menggambarkan komunitas
tumbuhan yang tumbuh didaerah jangkauan pasang-surut maupun untuk
individu-individu spesies tumbuhan yang mesnyusun komunitas tersebut
(Macne,1997).
Menurut
Nybakken (1982) hutan bakau atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan semua
varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau
semak-semak
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Sebutan bakau
ditujukan untuk semua individu tumbuhan sedangkan mangal ditujukan bagi
seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini.
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Sebutan bakau
ditujukan untuk semua individu tumbuhan sedangkan mangal ditujukan bagi
seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini.
Ciri
khas yang dimiliki oleh spesies mangrove yaitu karakteristik morfologis yang
terlihat pada sistem perakaran dan buahnya.
Beberapa spesies mangrove
memiliki sistem perakaran khusus yang disebut
akar udara, cocok untuk kondisi tanah yang anaerobik dan spesies mangrove memproduksi buah yang
biasanya disebarkan melalui air (Japan
International Coorporation Agency/JICA, 1998).
B. Penyebaran dan
Luas Hutan Mangrove
Menurut
Nybakken (1988), komunitas hutan mangrove tersebar di seluruh
hutan tropis dan subtropis, mulai dari 250 Lintang Utara sampai 250 Lintang
Selatan. Mangrove mampu tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang, bila pantai dalam keadaan sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menjatuhkan akarnya.
hutan tropis dan subtropis, mulai dari 250 Lintang Utara sampai 250 Lintang
Selatan. Mangrove mampu tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang, bila pantai dalam keadaan sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menjatuhkan akarnya.
|
Tumbuhan ini dapat tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang surut pantai berlumpur dan lingkungan yang anaerob. Mangrove juga dapat tumbuh pada
substrat pasir, batu atau karang yang terlindung dari gelombang, karena itu
mangrove banyak ditemukan pada pantai-pantai teluk, estuari, lagun dan pantai
terbuka yang berhadapan dengan terumbu karang yang memecah gelombang
datang.
substrat pasir, batu atau karang yang terlindung dari gelombang, karena itu
mangrove banyak ditemukan pada pantai-pantai teluk, estuari, lagun dan pantai
terbuka yang berhadapan dengan terumbu karang yang memecah gelombang
datang.
Luas
hutan mangrove di seluruh wilayah Indonesia diperkirakan kurang lebih 3,7 juta
ha (Direktorat Bina Program, 1982 in Kusmana, 1995). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh
FAO/UNDP (1982) in JICA (1998), total areal mangrove di Indonesia adalah 4,25
juta ha. Menurut Nontji (1987) luas
hutan mangrove di
seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta ha atau 3,98% dari seluruh luas
hutan Indonesia.
seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta ha atau 3,98% dari seluruh luas
hutan Indonesia.
Ekosistem
mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang termasuk tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89 jenis; 35 jenis
berupa pohon, dan
selebihnya berupa terna (5 jenis), perdu (9 jenis), epifit (29 jenis) dan
parasit (2 jenis) (Nontji, 1987). Paling
tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting
atau dominan yang termasuk dalam empat famili Rhizophoraceae, Sonneratiaceae,
Avicenniaceae, dan Meliaceae.
Areal
hutan mangrove yang luas antara lain terdapat di Pesisir Timur Sumatera,
Pesisir Kalimantan dan Pesisir Selatan Irian Jaya. Hutan mangrove di Jawa banyak yang telah mengalami kerusakan
atau telah hilang sama sekali
karena aktivitas manusia.
karena aktivitas manusia.
Menurut
Kusmana (1995) terjadinya proses pengurangan lahan mangrove di beberapa propinsi disebabkan oleh
faktor-faktor berikut ini :
a
Konversi hutan mangrove menjadi bentuk lahan penggunaan lain
seperti pemukiman, pertanian, industri, pertambangan
dan lain-lain
b
Kegiatan eksploitasi hutan yang tidak terkendali oleh perusahaan- perusahaan Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) serta penebangan liar dan bentuk perambahan hutan lainnya
c
Polusi di perairan estuaria, pantai dan lokasi-lokasi perairan lainnya
tempat tumbuhnya mangrove
tempat tumbuhnya mangrove
d
Terjadinya pembelokan aliran sungai maupun proses abrasi atau
sedimentasi yang tidak terkendali.
sedimentasi yang tidak terkendali.
C. Fungsi
Ekosistem Hutan Mangrove
Menurut Soegiarto (1982) manfaat hutan
mangrove yang tidak langsung
adalah :
1. Sebagai pelindung pantai
2. Sebagai pengendali banjir
3.
Sebagai pengendali bahan pencemar, dan
4. Sebagai
sumber energi atau bahan organik bagi lingkungan sekitarnya
D. Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Mangrove
Penginderaan jauh didefinisikan sebagai
ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau
fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan suatu alat
tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand
and Kiefer, 1990).
Chaudhury (1985) manjelaskan bahwa
informasi lebih lanjut yang dapat diperoleh dari penginderaan jauh untuk studi
ekosistem mangrove adalah :
a
Identifikasi dan
kuantifikasi hutan mangrove
b
Identifikasi dan
kenampakan zona (tipe-tipe vegetasi) di daerah mangrove
c
Identifikasi keberadaan
dan profil dataran berlumpur
d
Monitoring
proses-proses dinamis (akresi, erosi) di lingkungan mangrove
e
Monitoring sedimentasi
laut lepas, ekspor bahan organik dan sistem aliran
f
Identifikasi tipe-tipe
tanah
g
Monitoring
karakteristik air (contoh : salinitas, turbiditas) di dearah mangrove
h
Monitoring tata guna
lahan mangrove (contoh : akuakultur, kehutanan)
i
Monitoring perubahan
aktivitas penggunaan lahan di daerah mangrove
E. Penggunaan Indeks Vegetasi Untuk Kerapatan Mangrove
1. Indeks Mangrove (IM) = NIR / (MIR)2
(Daniher dan Luck, 1991)
2. Difference Vegetation Index (DVI) = NIR - RED
(Richardson dan Weigand, 1997 in
Hariyadi, 1999)
3. Middle Infra Red Index (MIR) = (MIR-RED) /
(MIR+RED)
(Roy dan Shirish, 1994 in Hariyadi,
1999)
|
4.
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) = (NIR-RED)
(NIR+RED) (Rouse et al., 1974 in
Hariyadi,1999)
5. Ratio Vegetation Index (RVI) = NIR / RED
(Rouse et al., 1974 in
Hariyadi,1999)
F. Bahan dan Metode
- Waktu dan Lokasi
- Alat dan Bahan
Metode :
- Survei lapang
- Penentuan lokasi
G. Parameter Yang Di Ukur
a. Nama spesies
b.
Diameter batang, dengan cara mengukur kelilingnya, untuk mengetahui luas bidang
dasar untuk menduga volume pohon dan tegakan
H.
Hasil Penelitian
Indeks Nilai Penting (INP) suatu jenis
mangrove memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis
tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.
Indeks nilai penting ini berkisar antara 0 -300 untuk pohon serta anakan
dan berkisar antara 0 ± 200 untuk semai (Lampiran 9).
|
Vegetasi
mangrove yang ditemukan pada saat pengamatan dibedakan antara pohon, anakan dan
semai. Jenis mangrove yang ditemukan
mempunyai kerapatan dan luas penutupan jenis yang berbeda. Berdasarkan survei
lapang hutan mangrove di P. Karimunjawa ditemukan delapan spesies mangrove, yaitu : Acanthus
ilicifolius, Aegiceras corniculatum, Avicennia alba, Excoecaria agallocha,
Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, dan Sonneratia
alba. Pada tingkat pohon hanya jenis Acanthus ilicifolius yang tidak ditemukan.
Jenis ini hanya ditemukan di Stasiun 21 pada tingkat anakan dengan nilai INP
sebesar 145. Jenis tumbuhan ini
merupakan tumbuhan berduri dan dapat menjadi dominan di hutan mangrove yang
rusak. Aegiceras corniculatum ditemukan pada tingkat pohon di Stasiun 10 dan
11, serta pada tingkat anakan di Stasiun 10 dan 12. Jenis ini berperan penting pada 45 tingkat
semai di Stasiun 12 dengan nilai INP sebesar 156. Jenis tumbuhan ini sering tumbuh serempak
membentuk semak belukar.
Jenis Avicennia alba ditemukan pada
tingkat pohon dan anakan di Stasiun 21, 22, 23, 24. Keempat staiun ini terletak di pesisir utara
P. Karimunjawa yang letaknya relatif terlindung dari hempasan gelombang secara
langsung. Jenis ini berperan penting di
keempat stasiun tersebut. Excoecaria agallocha hanya terdapat pada tingkat
pohon di Stasiun 2, 8, 11, 12. Jenis ini
memiliki INP terendah di Stasiun 12 dengan nilai INP 52, dan memiliki INP
tertinggi senilai 98 di Stasiun 11.
Jenis ini memiliki getah yang berwarna putih susu dan dapat merusak
mata. Jenis mangrove yang paling sering ditemukan adalah Rhizophora apiculata.
Spesies ini ditemukan baik pada tingkat pohon, anakan maupun semai. Rhizophora
apiculata berperan penting di beberapa stasiun, dengan nilai INP terendah
sebesar 61 dan nilai INP tertinggi sebesar 300 untuk tingkat pohon.
Rhizophora mucronata ditemukan pada
tingkat pohon di Stasiun 2, 4 , 13, 14, 15, 16, 19, 20 dan pada tingkat anakan
pada Stasiun 2, 4, 8, 14, 20. Jenis ini
berperan penting pada tingkat pohon di Stasiun 13, 14, 15, 16 dengan nilai INP
tertinginya sebesar 239. Pada tingkat
anakan Rhizophora mucronata juga berperan penting di Stasiun 14 dengan INP
sebesar 205. Jenis Rhizophora stylosa ditemukan pada tingkat pohon di Stasiun
6, 8, 10, 12, 16, 17, 18, pada tingkat anakan di Stasiun 5, 6, 7, 8, 10, 14, 18
dan semai di Stasiun 6. Spesies ini
berperan penting pada tingkat pohon dan semai di Stasiun 6 dengan INP sebesar 192 dan 200. Untuk tingkat anakan Rhizophora stylosa
berperan
penting di Stasiun 6, 8, 10. 46 Sonneratia alba hanya dijumpai pada tingkat
pohon di Stasiun 5, 20 dan 21, dengan nilai INP berkisar antara 77 ± 187. Jenis ini merupakan vegetasi yang berperan
penting di Stasiun 5. Masyarakat setempat banyak yang mengambil kayu dari hutan
mangrovesehingga terjadi kerusakan di beberapa tempat. Luasan hutan mangrove di P. Karimunjawa
semakin berkurang karena banyak dikonversi menjadi lahan tambak dan pemukiman.
|
A. Kesimpulan
Salah satu kelebihan citra satelit
QuickBird adalah resolusi spasialnya yang sangat tinggi, yaitu 2,44 m x 2,44
m. Dengan resolusi tersebut satelit ini
mampu membedakan dua genus mangrove yaitu Avicennia dan Rhizophora. Genus lain yang terdapat di Karimunjawa tidak
dapat dipisahkan karena luasannya kecil sehingga tidak dapat dibuat daerah
latihnya.
Nilai overall accuracy citra QuickBird
komposit 423 adalah 84,33% dengan koefisien kappa 0,812. Avicennia memiliki nilai produser accuracy
72% dan nilai user accuracy 92,50%, sedangkan Rhizophora memiliki nilai
produser accuracy 76% dan nilai user accuracy 88,64%. Kerapatan dan respon
spektral memiliki hubungan linear, ini dapat dijelaskan dengan indeks
vegetasi. Dari indeks vegetasi tersebut yang memiliki koefisien
determinasi terbesar untuk Rhizophora adalah RVI dengan koefisien determinasi
(R2) = 54,02% dan korelasi (r) = 0,73. Untuk Avicennia koefisien determinasi
terbesar (R2) = 54,02% dan korelasi (r) = 0,73 dengan TNDVI.
B. Saran
Dalam menentukan reflektansi dari
tanaman mangrove lebih akurat jika menggunakan spektroradiometri. Untuk penelitian lebih lanjut perlu dipilih
suatu lokasi yang memiliki genus mangrove lebih beragam. Selain itu perlu
dilakukan pengukuran biomassa, penutupan tajuk dan Leaf Area Indeks (LAI). Hal ini berguna untuk membandingkan faktor
apa yang paling erat hubungnnya dengan indeks vegetasi.
|
Balai
Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ). 2002.
Inventarisasi
dan Penyebaran Mangrove di Taman Nasional Karimunjawa. BTNKJ.€€
Semarang.
Balai Taman Nasional Karimunjawa. 2004. Kawasan Taman Nasional Laut
Karimunjawa.
http://mofrinet.cbn.net.id/informasi/tamnas/karim_1.html
Carolita,
I., I Made P., Y. Erowati, dan Asikin A. 1995. Monitoring Keadaan
Hutan
dengan Menggunakan Data NOAA AVHRR di Daerah Kalimantan Barat dan Sebagian
Kalimantan Timur. Warta LAPAN volume 43
Hal 32-42. Jakarta.
Chaudhury,
M. U. 1985. LANDSAT : Application to Mangrove Ecosystem
Studies.
UNDP/ESCAP Regional Remote Sensing Programme and SEAMEO-BIOTROP. Bogor. Hal
57-63.
Dahuri,
R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber
Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Dewanti,
R. 1999. Kondisi Hutan Mangrove di Kalimantan Timur, Sumatra, Jawa, Bali dan
Maluku. Majalah LAPAN edisi Penginderaan Jauh No.01 Vol. 01. LAPAN. Jakarta.
Digital Globe. 2004. Standart Imagery.
http://www.digitalglobe.com
Dirgahayu, D., M. Kusumowidagdo, E. D. Djaiz, dan I Made P. 1992. Metode