Label

Minggu, 13 November 2016

Makalah penginderaan jauh

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DENGAN CARA SATELITE QUICKBIRD UNTUK PEMETAAN MANGROVE DI PULAU KARIMUNJAWA, KABUPATEN JEPARA, JAWA TENGAH
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Felix A Siregar 3153331006
DosenPengampu :
Darwin Parlaungan Lubis


PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016



                   Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESA atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan.  Topik yang diajukan adalah  Aplikasi Penginderaan Jauh Dengan Citra Satelit QuickBird Untuk Pemetaan  Mangrove di Pulau Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
            Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
serta semua pihak yang telah membantu sehingga selesesainya makalh ini ptepat pada waktunya.
Penulis menyadari akan adanya kekurangan-kekurangan pada makalah 
ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
Semoga makalah  ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.


Medan,22 september 2016



       Felix A siregar













i
 

DAFTAR ISI








ii
 
 

 A.Latar Belakang

            Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah kanada,yaitu diperkirakan sepanjang 81.000 km (Dahuri,etal,1996). Pada garis pantai sepanjang itu terkandung potensi sumber daya alam wilayah pesisir yang jumlah nya cukup besar. Salah sa sumber daya pesisir di indonesia adalah ekosistem hutan mangrove.
            Luas hutan mangrove di seluruh indonesia di prkirakan sekitar 4,25 juta ha atau 3,98% dari seluruh hutan indonesia (Nontji). Pada tahun 1993 Direktorat Jendral Inventaris dan Tata Guna Hutan(INTAG) memperkirakan bahwa luas hutan mangrove di Indonesia tinggal 3,73 juta ha.
            Untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan mangrove diperlukan inventtarisasi tentang distribusi,luas dan kerapatan magrove. Inventarisasi ini berguna untuk pengelolaan dan penetapan kkebijakan pada ekosisem mangrove dan daerah pesisir.
            Dalam melakukan pemantauan dan inventarisasi mangrove tidaklah mudah.Kesulitan pemetaan dilapangan merupakan kendala kelangkaan data mangrove. S ebagai alternatifnya dikembangkan teknik penginderaan jauh. Teknik ini memiliki jangkauan  yang luas dan dapat memetakan daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan perjalanan darat.
            Salah satu data penginderaan jauh yang dapat dimanfaatkan untuk memantau hutan mangrove adalah citra Satekit QuickBird. Citra ini memiliki lebar sapuan 16,5 x 16,5 km² dengan resolusi spasial 2,44m untuk sensor multipectral. Pengamatan hutang mangrove dengan citra satelit meliputi distribusi, luasa, dan kerapatan.

B. Tujuan penelitian

            Penelitian ini bertujuan untuk :
            1. Identifikasi mangrove dengan satelit Quickbird
            2. Mengkaji peranan spesies manrove dalam komunitas mangrove

1
 
            3. Pemetaan ekosistem mangrove dengan menggunakan citra saelit Quick       Bird di Taman Nasional Karimunjawa
            Kata mangrove merupakan kombinasi antar Bahasa Portugis mangue dan Bahasa Inggris  grove. Dalam Bgasa Portugis kata mangrove di gunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan dalam Bahasa Inggris kata mangrove menggambarkan komunitas tumbuhan yang tumbuh didaerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang mesnyusun komunitas tersebut (Macne,1997).
Menurut Nybakken (1982) hutan bakau atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan semua varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.  Sebutan bakau
ditujukan untuk semua individu tumbuhan sedangkan mangal ditujukan bagi
seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini.
Ciri khas yang dimiliki oleh spesies mangrove yaitu karakteristik morfologis yang terlihat pada sistem perakaran dan buahnya.  Beberapa spesies mangrove
memiliki sistem perakaran khusus yang disebut akar udara, cocok untuk kondisi tanah yang anaerobik dan spesies mangrove memproduksi buah yang biasanya disebarkan melalui air (Japan International Coorporation Agency/JICA, 1998).

B. Penyebaran dan Luas Hutan Mangrove

            Menurut Nybakken (1988), komunitas hutan mangrove tersebar di seluruh
hutan tropis dan subtropis, mulai dari 250 Lintang Utara sampai 250 Lintang
Selatan.  Mangrove mampu tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang, bila pantai dalam keadaan sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menjatuhkan akarnya.

2
 
            Tumbuhan ini dapat tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur dan lingkungan yang anaerob.  Mangrove juga dapat tumbuh pada
substrat pasir, batu atau karang yang terlindung dari gelombang, karena itu
mangrove banyak ditemukan pada pantai-pantai teluk, estuari, lagun dan pantai
terbuka yang berhadapan dengan terumbu karang yang memecah gelombang
datang.
Luas hutan mangrove di seluruh wilayah Indonesia diperkirakan kurang lebih 3,7 juta ha (Direktorat Bina Program, 1982 in Kusmana, 1995).  Berdasarkan studi yang dilakukan oleh FAO/UNDP (1982) in JICA (1998), total areal mangrove di Indonesia adalah 4,25 juta ha.  Menurut Nontji (1987) luas hutan mangrove di
seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta ha atau 3,98% dari seluruh luas
hutan Indonesia.
Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang  termasuk tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89 jenis; 35 jenis berupa pohon, dan selebihnya berupa terna (5 jenis), perdu (9 jenis), epifit (29 jenis) dan parasit (2 jenis) (Nontji, 1987).  Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting atau dominan yang termasuk dalam empat famili Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, Avicenniaceae, dan Meliaceae.      
Areal hutan mangrove yang luas antara lain terdapat di Pesisir Timur Sumatera, Pesisir Kalimantan dan Pesisir Selatan Irian Jaya.  Hutan mangrove di Jawa banyak yang telah mengalami kerusakan atau telah hilang sama sekali
karena aktivitas manusia.
Menurut Kusmana (1995) terjadinya proses pengurangan lahan mangrove di  beberapa propinsi disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini :
a         Konversi hutan mangrove menjadi bentuk lahan penggunaan lain seperti   pemukiman, pertanian, industri, pertambangan dan lain-lain
b        Kegiatan eksploitasi hutan yang tidak terkendali oleh perusahaan-       perusahaan Hak   Pengusahaan Hutan (HPH) serta penebangan liar dan  bentuk perambahan hutan lainnya
c         Polusi di perairan estuaria, pantai dan lokasi-lokasi perairan lainnya
tempat tumbuhnya mangrove
d        Terjadinya pembelokan aliran sungai maupun proses abrasi atau
sedimentasi yang tidak terkendali.



 
 

C. Fungsi Ekosistem Hutan Mangrove

            Menurut Soegiarto (1982) manfaat hutan mangrove yang tidak langsung
adalah :
1.  Sebagai pelindung pantai
2.  Sebagai pengendali banjir
3.  Sebagai pengendali bahan pencemar, dan
4.   Sebagai sumber energi atau bahan organik bagi lingkungan sekitarnya

D. Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Mangrove

Penginderaan jauh didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer, 1990).
Chaudhury (1985) manjelaskan bahwa informasi lebih lanjut yang dapat diperoleh dari penginderaan jauh untuk studi ekosistem mangrove adalah :
a         Identifikasi dan kuantifikasi hutan mangrove
b        Identifikasi dan kenampakan zona (tipe-tipe vegetasi) di daerah mangrove
c         Identifikasi keberadaan dan profil dataran berlumpur
d        Monitoring proses-proses dinamis (akresi, erosi) di lingkungan mangrove
e         Monitoring sedimentasi laut lepas, ekspor bahan organik dan sistem aliran
f         Identifikasi tipe-tipe tanah
g        Monitoring karakteristik air (contoh : salinitas, turbiditas) di dearah mangrove
h        Monitoring tata guna lahan mangrove (contoh : akuakultur, kehutanan)
i          Monitoring perubahan aktivitas penggunaan lahan di daerah mangrove

E. Penggunaan Indeks Vegetasi Untuk Kerapatan Mangrove

1.  Indeks Mangrove (IM) = NIR / (MIR)2
            (Daniher dan Luck, 1991)
2.  Difference Vegetation Index  (DVI) = NIR - RED
            (Richardson dan Weigand, 1997 in Hariyadi, 1999)
3.  Middle Infra Red Index (MIR) = (MIR-RED) / (MIR+RED)
            (Roy dan Shirish, 1994 in Hariyadi, 1999)

4
 
4.  Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) = (NIR-RED)

            (NIR+RED) (Rouse et al., 1974 in Hariyadi,1999)
5.  Ratio Vegetation Index (RVI) = NIR / RED
            (Rouse et al., 1974 in Hariyadi,1999)

F. Bahan dan Metode

- Waktu dan Lokasi
- Alat dan Bahan
Metode :
- Survei lapang
- Penentuan lokasi

G. Parameter Yang Di Ukur

a.  Nama spesies
b. Diameter batang, dengan cara mengukur kelilingnya, untuk mengetahui luas bidang dasar untuk menduga volume pohon dan tegakan
H. Hasil Penelitian
Indeks Nilai Penting (INP) suatu jenis mangrove memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.  Indeks nilai penting ini berkisar antara 0 -300 untuk pohon serta anakan dan berkisar antara 0 ± 200 untuk semai (Lampiran 9).

5
 
            Vegetasi mangrove yang ditemukan pada saat pengamatan dibedakan antara pohon, anakan dan semai.  Jenis mangrove yang ditemukan mempunyai kerapatan dan luas penutupan jenis yang berbeda. Berdasarkan survei lapang hutan mangrove di P. Karimunjawa ditemukan  delapan spesies mangrove, yaitu : Acanthus ilicifolius, Aegiceras corniculatum, Avicennia alba, Excoecaria agallocha, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, dan Sonneratia alba. Pada tingkat pohon hanya jenis Acanthus ilicifolius yang tidak ditemukan. Jenis ini hanya ditemukan di Stasiun 21 pada tingkat anakan dengan nilai INP sebesar 145.  Jenis tumbuhan ini merupakan tumbuhan berduri dan dapat menjadi dominan di hutan mangrove yang rusak. Aegiceras corniculatum ditemukan pada tingkat pohon di Stasiun 10 dan 11, serta pada tingkat anakan di Stasiun 10 dan 12.  Jenis ini berperan penting pada 45 tingkat semai di Stasiun 12 dengan nilai INP sebesar 156.  Jenis tumbuhan ini sering tumbuh serempak membentuk semak belukar.
Jenis Avicennia alba ditemukan pada tingkat pohon dan anakan di Stasiun 21, 22, 23, 24.  Keempat staiun ini terletak di pesisir utara P. Karimunjawa yang letaknya relatif terlindung dari hempasan gelombang secara langsung.  Jenis ini berperan penting di keempat stasiun tersebut. Excoecaria agallocha hanya terdapat pada tingkat pohon di Stasiun 2, 8, 11, 12.  Jenis ini memiliki INP terendah di Stasiun 12 dengan nilai INP 52, dan memiliki INP tertinggi senilai 98 di Stasiun 11.  Jenis ini memiliki getah yang berwarna putih susu dan dapat merusak mata. Jenis mangrove yang paling sering ditemukan adalah Rhizophora apiculata. Spesies ini ditemukan baik pada tingkat pohon, anakan maupun semai. Rhizophora apiculata berperan penting di beberapa stasiun, dengan nilai INP terendah sebesar 61 dan nilai INP tertinggi sebesar 300 untuk tingkat pohon.
            Rhizophora mucronata ditemukan pada tingkat pohon di Stasiun 2, 4 , 13, 14, 15, 16, 19, 20 dan pada tingkat anakan pada Stasiun 2, 4, 8, 14, 20.  Jenis ini berperan penting pada tingkat pohon di Stasiun 13, 14, 15, 16 dengan nilai INP tertinginya sebesar 239.  Pada tingkat anakan Rhizophora mucronata juga berperan penting di Stasiun 14 dengan INP sebesar 205. Jenis Rhizophora stylosa ditemukan pada tingkat pohon di Stasiun 6, 8, 10, 12, 16, 17, 18, pada tingkat anakan di Stasiun 5, 6, 7, 8, 10, 14, 18 dan semai di Stasiun 6.  Spesies ini berperan penting pada tingkat pohon dan semai di Stasiun 6 dengan  INP sebesar 192 dan 200.  Untuk tingkat anakan Rhizophora stylosa
berperan penting di Stasiun 6, 8, 10. 46 Sonneratia alba hanya dijumpai pada tingkat pohon di Stasiun 5, 20 dan 21, dengan nilai INP berkisar antara 77 ± 187.  Jenis ini merupakan vegetasi yang berperan penting di Stasiun 5. Masyarakat setempat banyak yang mengambil kayu dari hutan mangrovesehingga terjadi kerusakan di beberapa tempat.  Luasan hutan mangrove di P. Karimunjawa semakin berkurang karena banyak dikonversi menjadi lahan tambak dan pemukiman.



6
 
 

A. Kesimpulan

Salah satu kelebihan citra satelit QuickBird adalah resolusi spasialnya yang sangat tinggi, yaitu 2,44 m x 2,44 m.  Dengan resolusi tersebut satelit ini mampu membedakan dua genus mangrove yaitu Avicennia dan Rhizophora.  Genus lain yang terdapat di Karimunjawa tidak dapat dipisahkan karena luasannya kecil sehingga tidak dapat dibuat daerah latihnya.
Nilai overall accuracy citra QuickBird komposit 423 adalah 84,33% dengan koefisien kappa 0,812.  Avicennia memiliki nilai produser accuracy 72% dan nilai user accuracy 92,50%, sedangkan Rhizophora memiliki nilai produser accuracy 76% dan nilai user accuracy 88,64%. Kerapatan dan respon spektral memiliki hubungan linear, ini dapat dijelaskan dengan indeks vegetasi.  Dari  indeks vegetasi tersebut yang memiliki koefisien determinasi terbesar untuk Rhizophora adalah RVI dengan koefisien determinasi (R2) = 54,02% dan korelasi (r) = 0,73. Untuk Avicennia koefisien determinasi terbesar (R2) = 54,02% dan korelasi (r) = 0,73 dengan TNDVI.

B. Saran

Dalam menentukan reflektansi dari tanaman mangrove lebih akurat jika menggunakan spektroradiometri.  Untuk penelitian lebih lanjut perlu dipilih suatu lokasi yang memiliki genus mangrove lebih beragam. Selain itu perlu dilakukan pengukuran biomassa, penutupan tajuk dan Leaf Area Indeks (LAI).  Hal ini berguna untuk membandingkan faktor apa yang paling erat hubungnnya dengan indeks vegetasi.





7
 
 

 

 


Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ). 2002.
Inventarisasi dan Penyebaran Mangrove di Taman Nasional Karimunjawa. BTNKJ.€€
Semarang. Balai Taman Nasional Karimunjawa. 2004. Kawasan Taman Nasional Laut Karimunjawa.
http://mofrinet.cbn.net.id/informasi/tamnas/karim_1.html
Carolita, I., I Made P., Y. Erowati, dan Asikin A. 1995. Monitoring Keadaan
Hutan dengan Menggunakan Data NOAA AVHRR di Daerah Kalimantan Barat dan Sebagian Kalimantan Timur. Warta LAPAN volume  43 Hal 32-42. Jakarta.
Chaudhury, M. U. 1985. LANDSAT : Application to Mangrove Ecosystem
Studies. UNDP/ESCAP Regional Remote Sensing Programme and SEAMEO-BIOTROP. Bogor. Hal 57-63.
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Dewanti, R. 1999. Kondisi Hutan Mangrove di Kalimantan Timur, Sumatra, Jawa, Bali dan Maluku. Majalah LAPAN edisi Penginderaan Jauh No.01 Vol. 01. LAPAN. Jakarta. Digital Globe. 2004. Standart Imagery.
http://www.digitalglobe.com Dirgahayu, D., M. Kusumowidagdo, E. D. Djaiz, dan I Made P. 1992. Metode 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar