Puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nyalah
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Salinitas Air
Laut”.
Dalam penyusunan
makalah ini, penulis banyak mendapat kesulitan dan hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak hambatan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini,
Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Medan, September
2016
Penyusun
i
ii
A. Latar Belakang
Sumber air terbanyak di bumi ini adalah air laut,
namun untuk sampai pada tahap penggunaan sehari-hari tidak bisa langsung
digunakan harus melalui pengolahan terlebih dahulu, mengingat salinitas air
laut sangat tinggi. HYDRO sea water membran dapat mengubah air laut dengan
salinitas tinggi menjadi air tawar untuk penggunaan sehari-hari.
Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas
terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan
garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas,
kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum)
beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya
serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat
yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar
listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut
adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%),
potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida,
asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut
adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang
hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
asal-usul garam-garam di laut ?
2. Apa
pengertian Salinitas ?
3. Apa
faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas ?
4. Bagaimana
sebaran salinitas dilaut ?
5. Bagaimana
model salinitas ?
6. Bagaiman
cara menentukan nilai salinitas ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui asal-usul garam-garam di laut ?
2. Untuk
mengetahui pengertian Salinitas ?
3. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas ?
4. Untuk
mengetahui sebaran salinitas dilaut ?
5. Untuk
mengetahui model salinitas ?
6. Untuk
mengetahui cara menentukan nilai salinitas ?
2
A. Teori Asal-Usul Garam-Garam Di Laut
Mula-mula diperkirakan bahwa zat-zat kimia yang
menyebabkan air laut asin berasal dari darat yang dibawa oleh sungai-sungai
yang mengalir ke laut, entah itu dari pengikisan batu-batuan darat, dari tanah
longsor, dari air hujan atau dari gejala alam lainnya, yang terbawa oleh air
sungai ke laut. Jika hal ini benar tentunya susunan kimiawi air sungai tidak
akan berbeda dengan susunan kimiawi air laut.
Menurut teori, zat-zat garam tersebut berasal dari
dalam dasar laut melalui proses outgassing, yakni rembesan dari kulit
bumi di dasar laut yang berbentuk gas ke permukaan dasar laut. Bersama gas-gas
ini, terlarut pula hasil kikisan kerak bumi dan bersama-sama garam-garam ini
merembes pula air, semua dalam perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam
di laut. Kadar garam ini tetap tidak berubah sepanjang masa. Artinya kita tidak
menjumpai bahwa air laut makin lama makin asin.
Zat-zat yang terlarut yang membentuk garam, yang
kadarnya diukur dengan istilah salinitas dapat dibagi menjadi empat kelompok,
yakni:
- Konstituen utama
: Cl, Na, SO4,
dan Mg.
- Gas
terlarut
: CO2, N2, dan O2.
- Unsur
Hara
: Si, N, dan P.
- Unsur
Runut
: I, Fe, Mn, Pb, dan Hg.
Konstituen
utama merupakan 99,7% dari seluruh zat terlarut dalam air laut, sedangkan
sisanya 0,3% terdiri dari ketiga kelompok zat lainnya. Akan tetapi meskipun
kelompok zat terakhir ini sangat kecil persentasenya, mereka banyak menentukan
kehidupan di laut. Sebaliknya kepekatan zat-zat ini banyak ditentukan oleh aktivitas
kehidupan di laut.
Selain zat-zat terlarut ini, air juga mengandung
butiran-butiran halus dalam suspense. Sebagian dari zat ini akhirnya terlarut,
sebagian lagi mengendap ke dasar laut dan sisanya diurai oleh bakteri menjadi
zat-zat hara yang dimanfaatkan tumbuhan untuk fotosintesis.
3
B. Definisi Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut
dalam air. Salinitas
juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada
sebagian besar danau, sungai, dan
saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai
air tawar. Kandungan
garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih
dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau
menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia
disebut brine.
C. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Salinitas
1.
Penguapan, makin besar tingkat
penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya
pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah
kadar garamnya.
- Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di
suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya
makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
3. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara
di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka
salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang
bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.
Air laut s ecara alami merupakan air saline
dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan
dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya.
Sebagai contoh, Laut Mati memiliki
kadar garam sekitar 30%. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar
garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling
tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia, keduanya
bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut Merah, di mana suhu
tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air
dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi.
4
Tabel 1.
Salinitas air berdasarkan persentase garam terlarut
Salinitas Air Berdasarkan Persentase Garam Terlarut
|
|||
Air Tawar
|
Air Payau
|
Air Saline
|
Brine
|
< 0.05 %
|
0.05 – 3 %
|
3 – 5 %
|
> 5 %
|
Zat terlarut meliputi garam-garam anorganik,
senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup, dan gas-gas yang
terlarut. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida
(55,04%), natrium (30,61%), sulfat (7,68%), magnesium (3.69%), kalsium (1,16%),
kalium (1,10%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida,
asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama dari garam-garaman di laut
adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang
hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam. Keberadaan garam-garaman
mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik
beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi
tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak
terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan
oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik
(konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Kandungan garam mempunyai pengaruh pada sifat-sifat
air laut. Karena mengandung garam, titik beku air laut menjadi lebih rendah
daripada 0 0C (air laut yang bersalinitas 35 %o titik bekunya -1,9 0C),
sementara kerapatannya meningkat sampai titik beku (kerapatan maksimum air
murni terjadi pada suhu 4 0C). Sifat ini sangat penting sebagai penggerak
pertukaran massa air panas dan dingin, memungkinkan air permukaan yang dingin
terbentuk dan tenggelam ke dasar sementara air dengan suhu yang lebih hangat
akan terangkat ke atas. Sedangkan titik beku dibawah 00 C
memungkinkan kolom air laut tidak membeku. Sifat air laut yang dipengaruhi
langsung oleh salinitas adalah konduktivitas dan tekanan osmosis.
Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas,
dengan didasarkan bahwa halida-halida
terutama klorida adalah anion yang paling
banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas
biasa dinyatakan bukan
5
dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts
per thousand , ppt) atau permil (‰), kira-kira sama dengan jumlah gram
garam untuk setiap liter larutan.
Sebelum tahun 1978, salinitas atau halinitas
dinyatakan sebagai ‰ dengan didasarkan pada rasio konduktivitas elektrik sampel
terhadap “Copenhagen water”, air laut buatan yang digunakan sebagai
standar air laut dunia. Pada 1978, oseanografer meredifinisikan salinitas dalam
Practical Salinity Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio
konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL standar. Rasio tidak
memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35 gram
garam per liter larutan.
Tabel 2. Perbedaan kandungan garam dan ion utama
antara air laut dan air sungai
NAMA UNSUR
|
% jumlah berat seluruh gram
|
|
AIR LAUT
|
AIR SUNGAI
|
|
Klorida
|
55,04
|
5,68
|
Natrium
|
30,61
|
5,79
|
Sulfat
|
7,68
|
12,14
|
Magnesium
|
3,69
|
3,41
|
Kalsium
|
1,16
|
20,29
|
Kalium
|
1,10
|
2,12
|
Bikarbonat
|
0,41
|
-
|
Karbonat
|
-
|
35,15
|
Brom
|
0,19
|
-
|
Asam borak
|
0,07
|
-
|
Strontium
|
0,04
|
-
|
Flour
|
0,00
|
-
|
Silika
|
-
|
11,67
|
Oksida
|
-
|
2,75
|
Nitrat
|
-
|
0,90
|
6
D. Sebaran Salinitas di Laut
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai.
Perairan estuaria atau daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas
yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif
lebih ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat
menentukan.
Pertama adalah perairan dengan stratifikasi salinitas
yang sangat kuat, terjadi di mana air tawar merupakan lapisan yang tipis di
permukaan sedangkan di bawahnya terdapat air laut. Ini bisa ditemukan di depan
muara sungai yang alirannya kuat sedangkan pengaruh pasang-surut kecil. Nelayan
atau pelaut di pantai Sumatra yang dalam keadaan darurat kehabisan air tawar
kadang-kadang masih dapat menyiduk air tawar di lapisan tipis teratas dengan
menggunakan piring, bila berada di depan muara sungai besar.
Kedua, adalah perairan dengan stratifikasi sedang. Ini
terjadi karena adanya gerak pasang-surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan
pada kolom air hingga terjadi pertukaran air secara vertikal. Di permukaan, air
cenderung mengalir keluar sedangkan air laut merayap masuk dari bawah. Antara
keduanya terjadi percampuran. Akibatnya garis isohalin (=garis yang
menghubungkan salinitas yang sama) mempunyai arah yang condong ke luar. Keadaan
semacam ini juaga bisa dijumpai di beberapa perairan estuaria di Sumatra.
Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula
melakukan pengadukan di lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen kira-kira
setebal 50-70 m atau lebih bergantung intensitas pengadukan. Di perairan
dangkal, lapisan homogen ini berlanjut sampai ke dasar. Di lapisan dengan
salinitas homogen, suhu juga biasanya homogen. Baru di bawahnya terdapat
lapisan pegat (discontinuity layer) dengan gradasi densitas yang tajam yang
menghambat percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya.
Di bawah lapisan homogen, sebaran salinitas tidak
banyak lagi ditentukan oleh angin tetapi oleh pola sirkulasi massa air di
lapisan massa air di lapisan dalam. Gerakan massa air ini bisa ditelusuri
antara lain dengan mengakji sifat-sifat sebaran salinitas maksimum dan
salinitas minimum dengan metode inti (core layer method).
7
Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas
daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah
secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi
tropis, yaitu daerah antara 23,5o – 40oLU atau 23,5o
– 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman
akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000
meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap
kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah
daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).
1. Dinamika Salinitas di Daerah
Estuaria
Estuaria adalah perairan muara sungai semi tertutup
yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi
dapat bercampur dengan air tawar. Estuaria dapat terjadi pada lembah-lembah
sungai yang tergenang air laut, baik karena permukaan laut yang naik (misalnya
pada zaman es mencair) atau pun karena turunnya sebagian daratan oleh
sebab-sebab tektonis. Estuaria juga dapat terbentuk pada muara-muara sungai
yang sebagian terlindungi oleh beting pasir atau lumpur.
Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan
menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi,
antara lain:
a) Tempat
bertemunya arus air tawar dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan
suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri
fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
b) Pencampuran kedua
macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak
sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.
c)
Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas
mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.
d)
kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya
aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria
tersebut.
8
2.
Sifat-sifat Ekologis
Sebagai tempat pertemuan air laut dan air tawar,
salinitas di estuaria sangat bervariasi. Baik menurut lokasinya di estuaria,
ataupun menurut waktu.
Secara umum
salinitas yang tertinggi berada pada bagian luar, yakni pada batas wilayah
estuaria dengan laut, sementara yang terendah berada pada tempat-tempat di mana
air tawar masuk ke estuaria. Pada garis vertikal, umumnya salinitas di lapisan
atas kolom air lebih rendah daripada salinitas air di lapisan bawahnya. Ini
disebabkan karena air tawar cenderung ‘terapung’ di atas air laut yang lebih
berat oleh kandungan garam. Kondisi ini disebut ‘estuaria positif’ atau
‘estuaria baji garam’ (salt wedge estuary).
Akan tetapi ada pula estuaria yang memiliki kondisi
berkebalikan, dan karenanya dinamai ‘estuaria negatif’. Misalnya pada
estuaria-estuaria yang aliran air tawarnya sangat rendah, seperti di daerah
gurun pada musim kemarau. Laju penguapan air di permukaan, yang lebih tinggi
daripada laju masuknya air tawar ke estuaria, menjadikan air permukaan dekat
mulut sungai lebih tinggi kadar garamnya. Air yang hipersalin itu kemudian
tenggelam dan mengalir ke arah laut di bawah permukaan. Dengan demikian gradien
salinitas airnya berbentuk kebalikan daripada “estuaria positif’’.
Dalam pada itu, dinamika pasang surut air laut sangat
mempengaruhi perubahan-perubahan salinitas dan pola persebarannya di estuaria.
Pola ini juga ditentukan oleh geomorfologi dasar estuaria.
Sementara
perubahan-perubahan salinitas di kolom air dapat berlangsung cepat dan dinamis,
salinitas substrat di dasar estuaria berubah dengan sangat lambat. Substrat
estuaria umumnya berupa lumpur atau pasir berlumpur, yang berasal dari sedimen
yang terbawa aliran air, baik dari darat maupun dari laut. Sebabnya adalah
karena pertukaran partikel garam dan air yang terjebak di antara
partikel-partikel sedimen, dengan yang berada pada kolom air di atasnya
berlangsung dengan lamban.
9
E. Model Salinitas
”Model Salinitas” adalah suatu penggambaran atas kadar
garam yang terdapat pada air, baik kandungan atau perbedaannya sehingga untuk
tiap daerah dimungkinkan terdapat perbedaan ”model salinitas”nya.
Perubahan salinitas dipengaruhi oleh pasang surut dan
musim. Ke arah darat, salinitas muara cenderung lebih rendah. Tetapi selama
musim kemarau pada saat aliran air sungai berkurang, air laut dapat masuk lebih
jauh ke arah darat sehingga salinitas muara meningkat. Sebaliknya pada musim
hujan, air tawar mengalir dari sungai ke laut dalam jumlah yang lebih besar
sehingga salinitas air di muara menurun.
Perbedaan salinitas dapat mengakibatkan terjadinya
lidah air tawar dan pergerakan massa di muara. Perbedaan salinitas air laut dengan
air sungai yang bertemu di muara menyebabkan keduanya bercampur membentuk air
payau. Karena kadar garam air laut lebih besar, maka air laut cenderung
bergerak di dasar perairan sedangkan air tawar di bagian permukaan. Keadaan ini
mengakibatkan terjadinya sirkulasi air di muara.
Aliran air tawar yang terjadi terus-menerus dari hulu
sungai membawa mineral, bahan organik, dan sedimen ke perairan muara. Di
samping itu, unsur hara terangkut dari laut ke daerah muara oleh adanya gerakan
air akibat arus dan pasang surut. Unsur-unsur hara yang terbawa ke muara
merupakan bahan dasar yang diperlukan untuk fotosintesis yang menunjang
produktifitas perairan. Itulah sebabnya produktifitas muara melebihi
produktifitas ekosistem laut lepas dan perairan tawar. Lingkungan muara yang
paling produktif di jumpai di daerah yang ditumbuhi komunitas bakau.
F. Penentuan Nilai Salinitas
Ciri yang paling khas pada air laut yang diketahui
oleh semua orang adalah rasanya yang asin. Ini disebabkan karena di dalam air
laut terlarut bermacam-macam garam, yang paling utama adalah garam natrium
korida (NaCl) yang sering pula disebut garam dapur. Selain garam-garam korida,
di dalam air laut terdapat pula garam-garam magnesium, kalsium, kalium dan
sebagainya. Dalam literatur oseanologi dikenal istilah salinitas (acapkali pula
disebut kadar
10
garam atau kegaraman) yang maksudnya ialah jumlah
berat semua garam (dalam
garam) yang
terlarutdalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00
(per mil, gram per liter).
Ada berbagai cara menentukan salinitas, baik secara
kimia maupun fisika. Secara kimia untuk menentukan nilai salinitas
dilakukan dengan cara menghitung jumlah kadar klor dalam sample air laut. Hal
ini dilakukan karena sangat susah untuk menentukan salinitas senyawa terlarut
secara keseluruhan. Oleh sebab itu hanya dilakukan peninjauan pada komponen
terbesar yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902
sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua
halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi
titrasi untuk menentukan kandungan klorida.
Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah
total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua
karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi
klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi. Selanjutnya hubungan antara
salinitas dan klorida ditentukan melalui suatu rangkaian pengukuran dasar
laboratorium berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan
sebagai: S (o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902) Lambang o/oo (dibaca per mil)
adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35
gram garam di dalam satu kilogram air laut. Persamaan tahun 1902 di atas akan
memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan
hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel
air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun
1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara
klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai
salinitas absolut dengan rumus: S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969) Namun
demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang
sama dengan definisi sebelumnya.
Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik
untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan
tekanan dikembangkan.
11
Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru
yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S,
sebagai rasio dari konduktivitas. “Salinitas praktis dari suatu sampel air laut
ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada
temperatur 15oC dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium
klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan
tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah: S = 0.0080 – 0.1692 K1/2 +
25.3853 K + 14.0941 K3/2 – 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2 Sebagai catatan: dari
penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka
satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam
satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan “psu” dalam menuliskan
harga salinitas, yang merupakan singkatan dari “practical salinity unit”.
Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki
satuan, jadi penggunaan satuan “psu” sebenarnya tidak mengandung makna apapun
dan tidak diperlukan.
Kemudian untuk menghitung nilai salinitas secara fisik
adalah ini untuk menentukan salinitas melalui konduktivitas air laut. Alat-alat
elektronik canggih menggunakan prinsip konduktivitas. Salah satu alat yang
paling popular untuk mengukur salinitas dengan ketelitian tinggi ialah
salinometer yang bekerjanya didasarkan pada daya hantar listrik. Makin besar
salinitas, makin besar pula daya hantar listriknya. Selain itu telah pula
dikembangkan pula alat STD (salinity-temperature-depth recorder) yang apabila diturunkan
ke dalam laut dapat dengan otomatis membuat kurva salinitas dan suhu terhadap
kedalaman di lokasi tersebut.
Perhitungan
salinitas juga dapat dilakukan dengan bantuan alat,
Refraktometer
12
Refraktometer merupakan alat pengukur salinitas yang
cukup umum. Juga disebut sebagai pengukur indeks pembiasan pada cairan yang
dapat digunakan untuk mengukur kadar garam. Prinsip alat ini adalah dengan
memanfaatkan indeks bias cahaya untuk mengetahui tingkat salinitas air, karena
memanfaatkan cahaya maka alat ini harus dipakai ditempat yang mendapatkan
banyak cahaya atau lebih baik kalau digunakan dibawah sinar matahari jadi
sehabis kita mengambil sampel air laut kita langsung menghitungnya dengan alat
ini.
Berikut langkah-langkahnya,
1.Tetesi
refraktometer dengan aquadest.
2.Bersihkan
dengan kertas tisyu sisa aquadest yang tertinggal.
3.Teteskan
air sampel yang ingin diketahui salinitasnya.
5.Akan
tampak sebuah bidang warna biru dan putih.
6.Garis
batas antara kedua bidang itulah yang menunjukan salinitasnya
7.Bilas kaca
prisma dengan aquadest, usap dengan tisyu dan simpan refraktometer di tempat
kering.
Salinometer
Salinometer adalah alat untuk mengukur salinitas
dengan cara mengukur kepadatan dari air yang akan dihitung salinitasnya. Bekerjanya
berdasarkan daya hantar listrik,semakin besar salinitas semakin Besar pula daya
hantar listriknya. Alat ini digunakan di laboratorium, berbeda dengan
refraktometer yang biasa digunakan di lapangan atau outdoor.Cara menggunakan
salinometer adalah sebagai berikut ;
1.Ambil gelas ukur yang panjang, isi dengan air sampel yang akan diukur salinitasnya
2.Salinitas akan terbaca pada skalanya
1.Ambil gelas ukur yang panjang, isi dengan air sampel yang akan diukur salinitasnya
2.Salinitas akan terbaca pada skalanya
13
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah “Unsur-Unsur Dalam Air
Laut dan Salinitas” yaitu :
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas :
a. Penguapan
b.Curah hujan
c. Banyak sedikitnya sungai
yang bermuara dilaut
3.Sebaran salinitas di laut
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan,
aliran sungai.
4.Model
Salinitas adalah suatu penggambaran atas kadar garam yang terdapat pada air,
baik kandungan atau perbedaannya sehingga untuk tiap daerah dimungkinkan
terdapat perbedaan ”model salinitas”nya.
5.Pengaruh Faktor Salinitas Di Laut
Pada Tingkah Laku Dan Kelimpahan Ikan:
a.Suhu air
laut
b.Pengaruh
arus
c.Pengaruh
cahaya
d.upwelling
6.Ada berbagai cara menentukan
salinitas, baik secara kimia maupun fisika. Secara kimia untuk menentukan
nilai salinitas dilakukan dengan cara menghitung jumlah kadar klor dalam sample
air laut. Hal ini dilakukan karena sangat susah untuk menentukan salinitas
senyawa terlarut secara keseluruhan.
14
Nontji, A. , 2007. LAUT NUSANTARA. Jakarta :
Djambatan.
Romimohtarto,
K. dan Juwana, S. 2007. BIOLOGI LAUT : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Jakarta : Djambatan.
15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar